Para diplomat bangsa Papua Barat saat mengikuti KTT ke-19 MSG di Noumea, Kaledonia (Foto: Dok MSG) |
Oleh: Elias Ramos
Petege*
Lamaran
Rakyat Papua Barat menjadi anggota Melanesia Spearhead Group (selanjutnya
disebut MSG) yang diajukan West
Papua National Coalition for Liberation (WPNCL)
atau Koalisi Nasional Pembebasan untuk Papua Barat pada tahun lalu ditolak
secara halus oleh Pimpinan anggota MSG di Port Moresby Papua, New Guinea, 26
Juni 2014 lalu.
Para
pimpinan MSG menegaskan bahwa “perlunya WPNCL mendorong aplikasi baru yang
lebih inklusif dan bersatu”.
Bagaimana
kita respon itu, menurut saya, kita menerima keputusan itu secara bijak,
walaupun keputusannya tidak menjawab harapan dan kerinduan rakyat Papua Barat.
Kita
sebagai pelamar mesti dengan rendah hati menerima, lalu merenung dan
menganalisis mengapa jawabannya seperti itu ? Apakah WPNCL tidak representatif
? Ataukah itu tanda bahwa diplomasi Indonesia di Pasifik berhasil dan Papua
Barat kalah?
Dalam
dunia diplomasi, keputusan semacam itu hal biasa, karena dalam menjalankan
kegiatan diplomasi tidak harus menang, ada pihak yang kalah dan ada yang
menang atau para pihak semua kalah dan atau sama-sama menang.
Dalam
kasus ini, saya memandang bahwa Papua Barat dan Indonesia sama-sama menang.
Dimana
letak kemenangannya? Papua menang karena masalah Papua Barat telah
menjadi masalah bersama di Kawasan Pasifik, bahkan menjadi masalah
internasional setelah konflik Papua Barat menjadi salah satu agenda pembahasan
dalam sidang MSG maupun di tingkat PBB.
WPNCL
maupun organisasi sipil lain berhasil menginternasionalisasi konflik Politik
Papua Barat yang selama ini dibungkus rapih dan dikuburkan 1000 KM di bawah
Istana Presiden Republik Indonesia dengan alasan itu adalah masalah internal
Indonesia.
Internasionalisasi
konflik Politik Papua Barat adalah sesuatu yang sangat ditakuti Negara
Indonesia. Indonesia berupaya keras untuk membendungnya.
Kita
tidak kalah, tapi itu sebuh keberhasilan yang tertunda, karena itu kita
lanjutkan perjuangan kita. Sementara, kemenangan Indonesia terletak pada
tertundanya penerimaan lamaran menjadi anggota WPNCL.
Kita
punya peluang masih terbuka lebar menjadi anggota, maupun menjadi pemantau atau
partisan di MSG, PIF dan organisasi lainnya di Pasifik maupun di wailayah lain,
tergantung kita sendiri bersedia bekerja atau tidak.
Atau kita
mau tanpa kerja menunggu sang malaikat bawah datang kabar baik dari surga di
ruang tunggu?
Mengapa
Ditolak?
Menurut
saya, lahirnya keputusan semacam itu karena didorong oleh dua faktor; Faktor
Internal dan faktor Eksternal. Faktor internal lebih dipengaruhi oleh
kepentingan dan kebutuhan negara dan organisasi anggota MSG, dan faktor
eksternal lebih pada kekuatan organisasi pelamar dan diplomasi Indonesia.
Dalam hal
ini, kepentingan Ekonomi dan Politik menjadi penentu. Kebijakan ekonomi dan
politik lahir untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan rakyat Negara Pihak, selain
itu, masing-masing negara pihak (anggota MSG) memiliki tujuan dan harapan untuk
memajukan negaranya karena itu dibutuhkan kerja sama dengan negara lain,
termasuk negara Indonesia.
Misalnya,
Indonesia dan Fiji disepakati menjaling kerja sama dalam bidang pertanian,
kepolisian, pendidikan, olah raga dan sebagainya saat Presiden Indonesia
melakukan kunjungan kenegaraan selama tiga hari di Fiji (17-19 Juni 2014).
Jadi
karena kepentingan itu, mampu memengaruhi dalam pengambilan kebijakan politik
luar negeri atas lamaran WPNCL.
Dalam
politik Internasional, ekonomi dan politik itu berada pada kekuatan yang tinggi
karena itu segala kebijakan lebih dipengaruhi oleh kekuatan itu, dan budaya,
HAM dan Demokrasi itu berada pada kekuatan yang rendah dalam mempengaruhi suatu
kebijakan.
Karena
itu, faktor kesamaan kebudayaan tidak menjadi jaminan untuk menerima lamaran
kita. Kita berharap jasa baik dari sesama rumpun Melanesia tetapi dari faktor
itu kurang dominan dalam mempengaruhi kebijakannya.
Benarkah
WPNCL bukan Organisasi Representatif?
Soal
representatif atau tidak tidak menjadi masalah karena, saat ini WPNCL mewakili
rakyat Papua Barat mengajukan lamarannya semua organisasi perjuangan
kemerdekaan Papua Barat mendukung, walaupun beberapa oraganisasi berdiri
independen di luar dari WPNCL.
Hal ini
menunjukan bahwa ada kerja sama untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama.
WPNCL ini
pada hakekatnya sebuah organisasi representatif gerakan Kemerdekaan Papua
Barat. dan karena kurang lebih 28 organisasi perjuangan telah mendukung dan
menyepakati bahwa organisasi itu sebagai wadah koordinasi bersama semua
komponen perjuangan.
Artinya,
bahwa WPNCL bukan organisasi tersendiri atau faksi tersendiri, tetapi ini
merupakan wadah koordinasi bersama dan kepengurusannya kolektif.
Organisasi
ini sama fungsi dan tugasnya dengan PLO di Palestina yang memayuni semua
organisasi perjuangan di Palestina, terutama dua faksi besar Fatah dan HAMAS.
Hanya
saja. WPNCL ini kerjanya kurang efektif dalam negeri Papua Barat karena itu
kedepan itu menjadi tugas anggota WPNCL untuk berpro aktif melaksanakan
agenda-agenda atau kerja-kerja nayata dalam Negeri.
Belum efektifnya kerja-kerja bersama dalam negeri, dan kurang
ada penyatuan semua komponen perjuangan ini menjadi factor utama menolaknya
lamaran rakyat Papua Barat.
Mari berbenah diri, Maju untuk Menang
Kalau kedepan kita mengharapkan WPNCL sebagai wadah koordinasi
bersama semua komponen perjuangan. Maka langkah pertama yang kita lakukan
adalah kita berbenah diri di dalam negeri.
Jika kita telah berbenah, dan menguatkan diri, serta mampu
mempengaruhi lingkungan di sekitar kita dalam negeri, maka akan sangat mudah
untuk melangkah keluar, mempengaruhi lingkungan diluar dari diri kita, misalnya
di Kawasan Pasifik, Afrika, Eropa dan Amerika.
Saya yakin, kalau itu kita bersatu, terpimpin dan melaksanakan
kegiatan perjuangan secara sistematis dan terprogram, maka nilai tawar kita
semakin naik dan mudah untuk ajukan lamaran menjadi anggota di MSG, PIF, bahkan
juga di PBB.
Kita bisa mengikuti jejak Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Tahun 2012, PLO telah meningkatkan satus di PBB, dari entitas non-anggota PBB,
menjadi entitas negara non-nggota PBB.
Rakyat Papua Barat juga bisa mencapai pada posisi itu, asalkan
kita memenuhi syarat-syarat yang ditetapkannya.
Syarat-syarat yang maksud diantaranya, memiliki organisasi
perjuangan yang representatif dan terpimpin, memiliki tujuan yang jelas,
pemimpim yang jelas dan memiliki atribut yang jelas untuk membedakan atribut
dengan organisasi lain, dan mematuhi hukum humaniter internasional.
*Penulis aktivis di National Papua Solidarity (NAPAS); tinggal
di Numbay, Papua
0 komentar:
Posting Komentar