Ilustrasi Boikot |
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Selama 52 tahun
rakyat Papua hidup bersama Negara Republik Indonesia. Setiap 5 tahun, rakyat
ikut pemilihan. Entah Presiden, DPR/DPD & DPRP serta DPR Kota/Kabupaten.
Namun, kenyataan menunjukkan orang asli Papua justru tetap miskin & melarat
di atas kekayaan alam yang melimpah. Mama-mama asli Papua berjualan di
pinggiran jalan.
Sementara bangunan bertingkat terlihat sana-sini, seperti ruko, toko, kios, perhotelan dan tempat jualan lainnya milik amber alias orang pendatang terlihat megah.
Masyarakat Papua jadi minioritas di atas tanahnya sendiri. Diskriminasi rasial terus berlangsung hingga saat ini. Orang Asli Papua hidup di kampung-kampung , di gubuk-gubuk dan di sudut - sudut kota. Situasi dalam kota dikuasi oleh mereka yang datang dari luar, yakni amber.
Sementara bangunan bertingkat terlihat sana-sini, seperti ruko, toko, kios, perhotelan dan tempat jualan lainnya milik amber alias orang pendatang terlihat megah.
Masyarakat Papua jadi minioritas di atas tanahnya sendiri. Diskriminasi rasial terus berlangsung hingga saat ini. Orang Asli Papua hidup di kampung-kampung , di gubuk-gubuk dan di sudut - sudut kota. Situasi dalam kota dikuasi oleh mereka yang datang dari luar, yakni amber.
Jika demikian bagimana solusinya. Apakah kita
akan tetap diam dan melarat seperti ini? Apakah orang Papua terus menjadi
penonton? Apakah orang Papua ters terpinggirkan?
Perjalanan kehidupan orang asli Papua ini
benar-benar ditanggapi serius oleh Wakil Ketua I, Pengurus Pusat-Komite
Nasional Papua Barat (PP-KNPB), Agus Kossay.
Agus mengatakan, penyelesaian konflik di tanah Papua tidak akan selesai dengan terus memilih kaki tangan atau perpanjangan tangan kolonial di tanah Papua dan terlibat dalam pemilihan pimpinan penjajah.
Agus mengatakan, penyelesaian konflik di tanah Papua tidak akan selesai dengan terus memilih kaki tangan atau perpanjangan tangan kolonial di tanah Papua dan terlibat dalam pemilihan pimpinan penjajah.
Agus mengatakan, saat pesta demokrasi untuk
pemilihan Presiden RI akan dilakukan dalam 1 bulan mendatang. Rakyat sipil
Papua agar tak menyalurkan hak suaranya karena sadar, tak ingin memperpanjang
derita negeri.
"Kami mengajak rakyat sipil agar boikot Pemilu tidak dengan cara kekerasan, tetapi dengan sikap tidak turut terlibat dalam pencoblosan karena sadar," kata Agus mengajak.
"Kami mengajak rakyat sipil agar boikot Pemilu tidak dengan cara kekerasan, tetapi dengan sikap tidak turut terlibat dalam pencoblosan karena sadar," kata Agus mengajak.
Menurut Agus Kossay, pesta demokrasi Indonesia
di Papua tujuannya sangat jelas. Pertama, melahirkan agen-agen kolonialisme.
Kedua, memperkokoh sistem kolonialisme Indonesia. Dan yang ketiga adalah
hegemoni neo kolonialisme Indonesia.
"Oleh karena itu, KNPB menyerukan agar seluruh rakyat Papua Barat boikot pemilihan legislatif dan pemilihan presiden sebelum penyelesaian status politik Papua Barat belum diselesaikan," tegas Agus.
"Oleh karena itu, KNPB menyerukan agar seluruh rakyat Papua Barat boikot pemilihan legislatif dan pemilihan presiden sebelum penyelesaian status politik Papua Barat belum diselesaikan," tegas Agus.
Sementara itu, Ketua Umum KNPB, Victor F.
Yeimo, menghimbau rakyat Papua dari Sorong hingga Merauke untuk tidak gunakan
hak pilihnya pada pemilihan Presiden (Pilpres) pada tahun 2014 ini.
"Saya sampaikan kepada seluruh anggota
KNPB di mana saja anda berada dan seluruh rakyat sipil West Papua untuk
memboikot Pemilu kolonial Indonesia," kata Victor kepada majalahaselangkah.com, Rabu (21/05). (Abeth Abraham
You/MS)
Sumber: http://majalahselangkah.com
0 komentar:
Posting Komentar