Theo Van denBroek (Jubi/Aprila) |
Jayapura, 8/4 (Jubi) – Pengamat
sosial politik Papua, Theo Van den Broek menegaskan, penganiayaan yang
dilakukan aparat kepolisian terhadap dua mahasiswa pada aksi “Pembebasan Tapol’
Papua beberapa waktu lalu, merupakan bentuk pelanggara hukum nasional dan
internasional.
“Proses
penangkapan tak bisa diterima dalam hukum internasional, maupun nasional.
Penangkapan disertai kekerasan sebagaimana diberitakan di media itu sangat
disesalkan, ,” kata Theo kepada tabloidjubi.com di Padangbulan, Kota Jayapura, Papua, Senin (7/4).
Menurut Theo, setiap orang bisa ditanya atau
diinterogasi, tetapi tidak boleh dipukul, dianiaya atau disertai
tindakan-tindakan yang mengintimidasi.
Menurutnya, Ini tetap saja tidak diterima dalam hukum nasional
maupun internasional. karena tindakan yang tidak manusiawi itu denga sendirinya
melawan hak setiap individu untuk dihargai.
“Kalau ada indikasi dia salah, polisi boleh bertanya dan ada proses
yang resmi untuk mendapatkan keadilan. Bila kekerasan itu terjadi di dalam
kendaraan polisi dengan peralatan yang disiapkan, maka bisa saja hal
itudirencanakan, saya tidak tahu, kita berada di dunia macam apa, ini tidak
masuk di akal,” sesal Theo.
Sebagaimana
diberitakan sebelumnya, Alvares Kapissa dan Yali Wenda, dua mahasiswa
Universitas Cendrawasih (Uncen) ditangkap polisi pada Rabu (2/4) lalu karena
memimpin demonstrasi pembebasan Tahanan Politik Papua, keduanya mengalami luka
berat karena disiksa bahkan disetrum oleh polisi.
Pater John Djonga, penerima penghargaan Yap Thian Him
2009, juga turut menyesalkan tindakan polisi yang di luar batas kemanusiaan itu.
Dia meminta Kapolda Papua, Inspektur Jendral (Pol) Tito
Karnavian untuk mengambil tindakan tegas kepada anggota yang dinilainya kurang
ajar itu.
“Ini memalukan
tugas seorang polisi. Negara memberi wewenang kepada polisi itu untuk
melindungi dan menjaga. Kapolda Papua harus segera mengambil tindakan tegas
atas hal ini,” tukasnya. (Jubi/Aprila)
Sumber: tabloidjubi.com
0 komentar:
Posting Komentar