Jumpa Pers KontraS (Jubi/Aprila) |
Jayapura, 2/4(Jubi)–KontraS Papua meminta pemerintah Indonesia membebaskan para tahanan politik (tapol) dan
narapidana politik (napol) tanpa syarat sebagai salah satu wujud konflik yang
berkepanjangan di Papua. KontraS juga meminta negara mengubah cara
pandang terhadap Papua dan juga pola pendekatan yang selama ini dilakukan.
“Negara harus menjamin hak-hak tapol yang berada
dalam proses hukum maupun yang sedang menjalani pidana yaitu menyangkut jaminan
kesehatan, pendampingan hukum bahkan peradilan independen,” kata Direktris
KontraS Papua, Olga Hamadi, dalam konferensi pers di Padangbulan, Jayapura,
Rabu (2/4).
Menurut Olga Hamadi, sejak bergulirnya
reformasi hingga kini yang paling kontroversial dengan segala cita-cita dan
komitmen negara ini adalah kurangnya ruang kebebasan berekspresi dan
berapresiasi masyarakat sipil dalam menyuarakan hak-hak mereka atau mengritik
suatu kebijakan negara.
“Walaupun Indonesia telah meratifikasi Kovenan Sipil dan Politik yang dijabarkan dalam Pasal 28 UUD 1945 yang telah diamandemenkan dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat, tetapi implementasinya masih sangat jauh dari apa yang dicita-citakan,” kata Olga.
KontraS menilai, dalam tujuh tahun terakhir,
eskalasi penangkapan dan penahanan orang Papua berkaitan dengan kebebasan
berekspresi itu sangat tinggi. Hal ini berdampak pada meningkatnya jumlah tapol
di Papua baik karena membawa atau mengibarkan BenderaBintang Kejora
juga terlibat dalam sebuah aksi demonstrasi yang mengritik kebijakan
Negara.
“Kami menyayangkan juga, selama ini otoritas sipil sangat lemah dalam menyikapi dan menyoroti pendekatan negara yang represif terhadap kebebasan berekspresi masyarakat,” ungkap Olga lagi.
KontraS mencatat, ada sekitar 76 tapol yang sedang
menjalani proses hukum dan pidana di Jayapura, Serui, Biak, Timika, Wamena,
Nabire, Manokwari dan Sorong. Dari jumlah ini, empat orang tidak ditahan,
tetapi proses hukumnya tetap berjalan di kepolisian, satu orang telah
bebas setelah menjalani hukuman, sedangkan 72 tapol lainnya tetap ditahan
karena sedang menjalani proses hukum maupun pidana. Jumlah tapol meningkat
drastis pada satu tahun terakhir. Kondisi kesehatan beberapa tapol semakin
menurun.
Nehemia Yarinap, staf KontraS Papua, menyesalkan
situasi ini menjelang pemilu legislatig (Pileg), isu pembungkaman kebebasan
berekpresi tidak menjadi perhatian para Calon anggota legislatif (Caleg),
bahkan tak ada seorang pun caleg yang bicara atau berkampanye terkait hal ini.
“Tapi perhatian dan dukungan internasional atas isu ini juga pembebasan tapol/napol Papua tanpak jelas yang terbukti melalui surat yang dikirim untuk Tapol Papua sebanyak 2.567 surat dalam kurun waktu 1 tahun 6 bulan,” kata Nehemia. (Jubi/Aprila)
0 komentar:
Posting Komentar