Ilustrasi (ist) |
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) semakin vokal bicara isu West Papua (West Papua: Tanah Papua, dari Sorong
hingga Merauke, melingkupi Provinsi Papua dan Papua Barat) di awal tahun 2012
lalu. Saat ini, masa jabatannya akan habis.
Hal itu tentu karena sebagai
pemimpin negara, SBY memperhitungkan gerakan rakyat West Papua yang semakin
bergelora untuk berdaulat sendiri, dan gencarnya dukungan internasional baik
dari LSM-LSM, Jurnalis maupun beberapa kongresman atau parlemen di berbagai
negara yang terus menerus mempertentangkan kondisi pelanggaran HAM dan konflik
politik di West Papua.
Belum lagi, dalam kepentingan
nasional Indonesia, SBY didesak berbagai kalangan, terutama lawan-lawan politik
partai di DPR dan berbagai kelompok ormas, akademisi dan pakar-pakar politik
nasional dengan dukungan media-media milik mereka agar meredam ancaman
disintegrasi West Papua melalui pendekatan keamanan dan kesejahteraan.
SBY selalu pandai dalam
menyelamatkan citranya. Dalam menghadapi kritik internasional, SBY seakan-akan
tampil sebagai pendekar HAM dan Demokrasi.
Ia mengkonversi keinginan rakyat
West Papua dari tuntutan merdeka menjadi -seakan-akan- tuntutan kesejahteraan.
Setelah itu, SBY berharap
internasional puas dengan sekedar beretorika tentang kebijakan Indonesia di
West Papua melalui Otonomi Khusus (Otsus) dan Unit Percepatan Pembangunan Papua
dan Papua Barat (UP4B). SBY harus berbohong bahwa pemerintahannya tidak sedang
melakukan pendekatan militer yang melanggar HAM.
Dalam pertemuan ASEAN
Summit lalu
di Bali, menjawab pertanyaan soal West Papua dari beberapa pemimpin
negara-negara yang hadir, SBY menampik pelanggaran HAM yang sedang terjadi di
West Papua dan menyatakan tegas bahwa Indonesia sedang menggunakan pendekatan
kesejahteraan.
Menghadapi berbagai kritikan di Indonesia soal West Papua, SBY justru berbeda. SBY tidak mungkin menghindar dari slogan suci NKRI Harga Mati. Bagi SBY kedaulatan NKRI lebih mulia dari kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam peresmian kerjasama PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dengan Airbus Military Industry di hanggar PT DI, Bandung, Rabu (26/10/2011), SBY mengatakan, Saya ingin tegaskan sekali lagi bahwa bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih cinta kedaulatan dan keutuhan wilayah negaranya.
SBY juga menganggarkan 156 triliun bagi pengadaan Alustista TNI dari tahun 2012 hingga 2014. Tentu tidak lain, dan tidak bukan merupakan sinyal bahwa gerakan pembebasan di West Papua akan dibasmi, dan merupakan kesiapan Indonesia bila kemudian intervensi internasional terjadi bagi West Papua.
Menghadapi berbagai kritikan di Indonesia soal West Papua, SBY justru berbeda. SBY tidak mungkin menghindar dari slogan suci NKRI Harga Mati. Bagi SBY kedaulatan NKRI lebih mulia dari kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam peresmian kerjasama PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dengan Airbus Military Industry di hanggar PT DI, Bandung, Rabu (26/10/2011), SBY mengatakan, Saya ingin tegaskan sekali lagi bahwa bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih cinta kedaulatan dan keutuhan wilayah negaranya.
SBY juga menganggarkan 156 triliun bagi pengadaan Alustista TNI dari tahun 2012 hingga 2014. Tentu tidak lain, dan tidak bukan merupakan sinyal bahwa gerakan pembebasan di West Papua akan dibasmi, dan merupakan kesiapan Indonesia bila kemudian intervensi internasional terjadi bagi West Papua.
SBY Satpam AS di Asia Pasifik
Secara geopolitik Indonesia sebagai
ketua ASEAN dipandang sebagai pintu bagi perebutan kawasan asia
pasific oleh
kepentingan ekonomi Internasional. Amerika Serikat (AS) mau tidak mau harus
mendominasi ekonominya dari China di kawasan Asia Pasific.
Karenanya AS merasa Indonesia tepat
untuk menjadi saptam (penjaga pintu) kawasan Asia Pasific bagi kepentingannya.
Sebaliknya, Indonesia merasa AS penting. Bukan saja karena ekonomi Indonesia
masih harus tergantung dari negara-negara imperialis seperti AS, tetapi juga
karena Indonesia merasa AS penting dalam mengamankan kedaulatan Indonesia.
Kepentingan itu direalisasi AS dan Indonesia dengan mendorong modernisasi dan reformasih militer Indonesia. Kedua negara mengatur skenarionya masing-masing agar terjadi saling ketergantungan yang kuat. AS menaikan isu dukungan kepada West Papua melalui tingkat kongresmen agar Indonesia merasa memiliki kepentingan membangun kerja sama dengan AS karena Indonesia takut AS intervensi soal West Papua.
Disatu sisi, Indonesia memainkan peran pentingnya bagi AS di kawasan Asia Pasifik dengan melakukan transaksi isu terorisme, separatisme dan reformasih militer Indonesia, sehingga membuat dunia internasional untuk tidak segan-segan melakukan kerja sama pertahanan militer dan investasi asing. Apalagi menjual doktrin a milion friends, zero enemies dalam kebijakan internasional Pemerintahan SBY, menjadikan Indonesia sefleksibel mungkin bagi kerja sama negara-negara manapun.
Kepentingan itu direalisasi AS dan Indonesia dengan mendorong modernisasi dan reformasih militer Indonesia. Kedua negara mengatur skenarionya masing-masing agar terjadi saling ketergantungan yang kuat. AS menaikan isu dukungan kepada West Papua melalui tingkat kongresmen agar Indonesia merasa memiliki kepentingan membangun kerja sama dengan AS karena Indonesia takut AS intervensi soal West Papua.
Disatu sisi, Indonesia memainkan peran pentingnya bagi AS di kawasan Asia Pasifik dengan melakukan transaksi isu terorisme, separatisme dan reformasih militer Indonesia, sehingga membuat dunia internasional untuk tidak segan-segan melakukan kerja sama pertahanan militer dan investasi asing. Apalagi menjual doktrin a milion friends, zero enemies dalam kebijakan internasional Pemerintahan SBY, menjadikan Indonesia sefleksibel mungkin bagi kerja sama negara-negara manapun.
Pemerintahan SBY sebagai satpam AS
di kawasan Asia Pasifik, dan AS yang bernafsu kuasai wilayah Pasifik melihat
West Papua sebagai pintu utama bagi kepentingan ekonomi politik di kawasan
pasifik. Oleh karena itu, selain AS membantu modernisasi militer Indonesia,
2500 tentara AS ditempatkan di Darwin agar mengontrol pertahanan Indonesia bila
kemudian kebijakan pertahanan militer Indonesia tidak mampu menjaga kepentingan
AS di Wilayah Pasifik.
Banyak kalangan Indonesia curiga
atas kebijakan AS menempatkan ribuan militernya di Darwin, namun SBY
tenang-tenang saja, dan justru Australia dan AS menutupi intrik itu dengan
membantu 24 unit pesawat F-16 dari AS dan 4 Hercules Australia milik AS untuk
Indonesia. Pada Kamis 17 November 2011, Obama mengatakan, Amerika adalah
kekuatan Asia Pasifik, dan kami di sini untuk tinggal.
Komitmen ini dikatakan Obama sehari
setelah Amerika-Australia sepakat untuk menempatkan pasukan 2.500 marinir AS di
pangkalan militer Darwin.
Siasat SBY dan Kapitalisme di West
Papua
Sejarah orang West Papua dilumuri
dengan konkalikong kepentingan kerja sama ekonomi politik Indonesia-AS. Sampai
saat ini politik dua muka oleh AS dan Indonesia membayang-bayangi perjuangan
bangsa West Papua untuk bebas dari kungkungan neoliberalisme dan kolonialisme.
Pemerintahan negara-negara
imperialis merasa Indonesia penting dalam pengamanan modal asing di West Papua.
Karenanya, negara-negara ikut mendukung modernisasi militer dalam mengamankan
investasi mereka di kawasan Pasifik, terutama wilayah West Papua sebagai basis
investasi. Gerakan pembebasan orang-orang West Papua dianggap musuh kepentingan
global yang harus ditumpas.
Triliunan uang yang dikemas dengan
nama Otsus dan UP4B dianggap mampu meredam aspirasi Papua Merdeka dan menangkis
pandangan buruk internasional. Adalah suatu siasat SBY. SBY tahu bahwa tata
kelola pemerintahan kolonial di West Papua sangat ambur adul dengan malpraktek
penyelenggaran pemerintahan yang buruk itu, serta gelora rakyat West Papua
untuk merdeka, yang tidak mungkin lagi dibendung.
Karenanya, SBY tahu triliunan uang
yang digelontorkan adalah investasi. Sebab, uang tersebut akan disedot kembali
oleh dominasi ekonomi Indonesia, dan rakyat West Papua hanya menjadi konsumen
aktiv. Makanya, demi West Papua berapapun uangnya SBY tak tanggung-tanggung
gelontorkan, sekalipun di Jakarta ribuan pengemis dan gelandangan masih mengais
sampah di jalan-jalan.
Diatas kekayaannya, dalam
penjajahan Indonesia, Orang-orang West Papua seakan-akan tak berdaya dalam
segala segi. Itulah siasat penjajah, bahwa dengan proses pemiskinan struktural,
rakyat dalam kondisinya merasa membutuhkan penguasa kolonial yang punya uang,
dengan demikian saling ketergantungan dapat terjadi. Selanjutnya, kesejahteraan
seakan-akan menjadi topik permasalahan penting, dan gerakan politik rakyat
untuk berdaulat lalu dianggap mengganggu pembangunan dan kesejahteraan.
Lagi, penyelesaian atas tuntutan Papua Merdeka direduksi dalam dialog kebangsaan yang membahas topik kesejahteraan. Siasat yang lain, SBY melalui Badan Intelijen Nasional (BIN) terus menerus mengatur kekacauan politik di West Papua. Lihat saja bagaimana SBY sengaja mengacaukan kebijakan UP4B dengan Otsus.
Lagi, penyelesaian atas tuntutan Papua Merdeka direduksi dalam dialog kebangsaan yang membahas topik kesejahteraan. Siasat yang lain, SBY melalui Badan Intelijen Nasional (BIN) terus menerus mengatur kekacauan politik di West Papua. Lihat saja bagaimana SBY sengaja mengacaukan kebijakan UP4B dengan Otsus.
Inkonsistensi itu dibenturkan lagi
dengan konflik Pilkada yang menewaskan puluhan korban di Ilaga, Puncak, West
Papua. TNI/POLRI yang mengaku sebagai aparat keamanan hanya mampu memberantas
separatis, sedang konflik PILKADA dan konflik lain diluar label separatisme
bukan hanya dibiarkan, tetapi justru dipelihara. Adalah -sekali lagi- suatu
skenario dalam upaya membentuk pola penyelesaian baru melalui dialog diluar
konflik politik perjuangan Papua Merdeka.
SBY boleh menampik kritikan bahwa
kebijakannya hanya lips service belaka. Tetapi itulah kenyataannya bahwa SBY
pandai membual untuk sekedar pencitraan dirinya sebagai agen kapitalisme global
yang mampu mengamankan kepentingan ivestasi global dan pendudukan
kolonialismenya di West Papua.
Seruan Perjuangan Bagi West Papua
Kita sedang menghadapi musuh global
yang memiliki alat dan jaringan moderen, yang bergerak maju setiap saat atas
nama kepentingan.
Gerakan perlawanan pembebasan nasional Papua Barat diperhadapkan dengan skenario dalam bentuk yang paling sulit kita bedah. Lawan kita semakin melebarkan sayap serang dan pendudukannya. Bagi kita, memang itu bukan pertanda buruk bagi perlawanan. Karena perlawanan ini tidak akan berhenti atau dihentikan selama masih ada anak negeri yang mendiami bumi cenderawasih yang indah dan permai.
Gerakan perlawanan pembebasan nasional Papua Barat diperhadapkan dengan skenario dalam bentuk yang paling sulit kita bedah. Lawan kita semakin melebarkan sayap serang dan pendudukannya. Bagi kita, memang itu bukan pertanda buruk bagi perlawanan. Karena perlawanan ini tidak akan berhenti atau dihentikan selama masih ada anak negeri yang mendiami bumi cenderawasih yang indah dan permai.
Kami menyampaikan kepada rakyat
West Papua bahwa musuh yang berakar serat dalam internal orang West Papua patut
menjadi perhitungan gerakan pembebasan nasional West Papua.
Penghianatan perjuangan oleh anak
bangsa harus dipandang sebagai suatu dampak, juga sebagai korban skenario para
penjajah untuk tetap menancapkan kuku penjajahan diatas bumi West Papua.
Kita harus menyadari bahwa
penjajahan dalam bentuk dan rupa yang baik bagaimanapun tetaplah penjajah yang
bertujuan hanya satu: Menghabisi orang West Papua dan menguasai tanah kita. Saatnya, Pemuda dan Mahasiswa berdiri
di barisan pelopor perjuangan.
Mengenyam pengetahuan tidak hanya sekedar membuat cerdas otak, tetapi pengetahuan harus dimatrialkan dalam kerja-kerja perjuangan pembebasan bagi bangsa Papua.
Kita harus pandai melihat siasat
para penindas yang mengelabui kita dan merubah pola pikir kita serta
menempatkan diri dalam barisan perjuangan pembebasan nasional West Papua.
"Penjajah pasti kalah. Dan
kita pasti menang!"
Kita harus mengakhiri!
Victor F. Yeimo, pimpinan
umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), saat ini dipenjara sebagai Tahanan
Politik Papua Barat di Abepura, Jayapura.
Sumber:http://majalahselangkah.com
0 komentar:
Posting Komentar