SIMBOL "DUA EKOR AYAM JAGO" DALAM PEMBEBASAN CAPT. MEHRTENS - Suara Wiyaimana Papua
Headlines News :

.

.
Home » , , » SIMBOL "DUA EKOR AYAM JAGO" DALAM PEMBEBASAN CAPT. MEHRTENS

SIMBOL "DUA EKOR AYAM JAGO" DALAM PEMBEBASAN CAPT. MEHRTENS

Written By Suara Wiyaimana Papua on Rabu, 25 September 2024 | Rabu, September 25, 2024


Refleksi : SIMBOL "DUA EKOR AYAM JAGO" DALAM PEMBEBASAN CAPT. MEHRTENS

[Oleh: PIGAI HONORATUS - QC, 24092024]

Simbolisme adalah bagian integral dari budaya manusia. Dalam konteks masyarakat adat, simbol memiliki makna yang lebih dalam, sering kali berakar pada tradisi, kepercayaan, dan pandangan dunia. Ketika Tentara Nasional Papua Barat (TNPB) memberikan dua ekor ayam jago kepada pilot Mehrtens sebagai bagian dari upacara pembebasannya, ada banyak dimensi yang bisa ditarik dari tindakan tersebut—baik secara budaya, sosial, maupun politik.

Pertama, Ayam Jago sebagai Simbol Keberanian dan Kekuatan-----:  Ayam jago dalam berbagai budaya sering diasosiasikan dengan keberanian, kekuatan, dan dominasi. Ayam jantan dikenal karena sifatnya yang agresif, tidak takut untuk bertarung demi mempertahankan wilayahnya atau posisi dalam kawanan. Dalam konteks Papua, pemberian ayam jago bisa merepresentasikan nilai-nilai ini—bahwa TNPB, sebagai kelompok yang memperjuangkan kemerdekaan Papua, ingin menekankan kekuatan dan keberanian mereka dalam menghadapi kekuatan kolonial atau militer. Hal ini bisa dihubungkan dengan konsep "virtù" dalam pemikiran Machiavelli, yang menekankan keberanian, tekad, dan kemampuan untuk menghadapi kesulitan sebagai kualitas penting bagi pemimpin atau bangsa yang ingin mencapai kemerdekaan. Ayam jago bisa menjadi cerminan dari perlawanan Papua Barat yang tidak takut meski menghadapi kekuatan yang jauh lebih besar.

Kedua, Simbolisme Ganda: Perdamaian dan Pertarungan----: Meskipun ayam jago sering dilihat sebagai simbol pertarungan, pemberian dua ekor ayam jago juga bisa dilihat sebagai simbol ambivalen yang menggabungkan dualitas perdamaian dan konflik. Dua ayam jago bisa berarti adanya dua kekuatan yang berhadapan—Papua Barat dan pemerintah Indonesia—tetapi dengan pemberian simbol ini dalam konteks pembebasan seorang pilot, ada kemungkinan bahwa simbol ini juga mencerminkan keinginan untuk mengakhiri konflik dan menemukan jalan tengah.

Dalam pandangan Taoisme, terdapat konsep dualisme "Yin dan Yang" yang menekankan bahwa dua kekuatan yang tampaknya berlawanan sebenarnya saling melengkapi dan bisa menghasilkan harmoni. Pemberian dua ekor ayam jago bisa dilihat sebagai pengakuan bahwa meskipun ada perbedaan antara Papua Barat dan Indonesia, ada potensi untuk menemukan solusi.

Ketiga, Simbol Kehidupan dan Kelangsungan Hidup---: Dalam konteks agraris, ayam sering kali diasosiasikan dengan kehidupan sehari-hari dan kelangsungan hidup. Ayam adalah simbol produktivitas, karena ayam adalah sumber pangan melalui daging dan telur yang mereka hasilkan. Di Papua, ayam mungkin juga memiliki makna spiritual terkait dengan kehidupan dan kesejahteraan komunitas. 

Pemberian dua ekor ayam jago bisa dimaknai sebagai harapan untuk kelangsungan hidup, baik bagi individu yang dibebaskan maupun bagi masyarakat yang sedang berjuang. Ini bisa dikaitkan dengan konsep "bios" dalam filsafat Yunani kuno, yaitu kehidupan dalam pengertian yang penuh. Pemberian ayam bisa menjadi lambang kehidupan yang terus berlanjut meskipun dalam situasi yang sulit.

Keempat, Pertukaran Simbolis: Pengakuan Martabat dan Nilai Budaya---: Pemberian dua ekor ayam jago juga bisa dilihat sebagai pertukaran simbolis yang mengakui martabat dan nilai budaya dari kedua belah pihak. Dalam tradisi Papua, hadiah sering kali memiliki makna sosial dan spiritual yang dalam. Hadiah tersebut tidak hanya merepresentasikan objek fisik, tetapi juga niat, rasa hormat, dan hubungan antara pemberi dan penerima.

Dalam perspektif ini, pemberian ayam jago kepada pilot Mehrtens bisa dilihat sebagai tindakan yang mengakui nilai kemanusiaan dan martabatnya. Ini sejalan dengan pandangan Immanuel Kant tentang manusia sebagai tujuan pada dirinya sendiri, bukan sebagai alat untuk tujuan lain. Pembebasan Mehrtens bukan hanya tindakan pragmatis, tetapi juga pengakuan terhadap nilai intrinsik kehidupan manusia, yang diwujudkan melalui simbolisme ayam.

Kelima, Hubungan dengan Konsep Kedaulatan---: Sesuai konteks Papua, tindakan simbolis sering kali memiliki hubungan dengan perjuangan kedaulatan dan kemerdekaan. Ayam jago, sebagai simbol keberanian dan kekuatan, mungkin juga merepresentasikan kedaulatan yang ingin dicapai. Dengan memberikan simbol ini kepada pihak luar, TNPB mungkin ingin menunjukkan bahwa mereka adalah entitas yang memiliki martabat dan kemampuan untuk menentukan nasib sendiri. Ini bisa dikaitkan dengan pandangan tentang self-determination, atau hak suatu bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa campur tangan pihak luar. Simbol ini, dalam konteks filosofis, bisa dilihat sebagai pernyataan politik dan eksistensial tentang identitas dan perjuangan Papua Barat untuk merdeka.

Kesimpulan---: Simbolisme dua ekor ayam jago dalam pembebasan pilot Mehrtens oleh Tentara Nasional Papua Barat memiliki makna yang kaya dan mendalam. Melalui lensa filosofis, simbol ini tidak hanya mencerminkan keberanian dan kekuatan, tetapi juga perdamaian, kelangsungan hidup, martabat, dan perjuangan untuk kedaulatan. Tindakan simbolis ini menunjukkan kompleksitas hubungan manusia dengan simbol, di mana tindakan sederhana seperti memberikan ayam dapat mencerminkan gagasan yang lebih besar tentang keberadaan, identitas, dan perjuangan politik.***

Honoratus Pigai 

#PaceKumisTopiMiring

@sorotan

Share this article :

0 komentar:

.

.

Pray For West Papua

Pray For West Papua

MELANESIANS IN WEST PAPUA

MELANESIANS IN WEST PAPUA

BIARKAN SENDIRI BERKIBAR

BIARKAN SENDIRI BERKIBAR

GOOGLE FOLLOWER

Traslate By Your Language

WEST PAPUA FREEDOM FIGHTER

WEST PAPUA

WEST PAPUA

VISITORS

Flag Counter
 
Support : WEST PAPUA | WEDAUMA | SUARA WIYAIMANA
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. Suara Wiyaimana Papua - All Rights Reserved
Template Design by WIYAIPAI Published by SUARA WIYAIMANA