Korban bersama keluarga ketika ditemui Jubi di RSUD Jayapura, Kamis, 26 April 2018 – Jubi/Timo Marten |
GERI GOO, 18 tahun, masih terbaring lemah ketika disambangi di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura, Kamis siang, 26 April 2018. Ia diam seribu bahasa. Sesekali menutup mata dan setengah memicing kedatangan Jubi. Sejurus mengubah posisi tidurnya, dan mengerang kesakitan.
Luka di lengan kanan atas dan lengan bawah masih diplester. Tangan kiri menadah infus yang digantung persis di samping tempat tidurnya.
Ada juga luka pada bagian belakang tubuhnya. “Itu luka tembak. Peluru masih bersarang di dalamnya,” ujar Phil Keiya, keluarga Gerri Goo.
Rupanya, serpihan peluru di tubuh muda itu membuat remaja naas ini tak bisa tidur nyenyak. Ia terus mengerang kesakitan. Lalu mengubah posisi tidur, hingga kemiringan tilam sekira 45 derajat.
Mama dan empat saudaranya hanya pasrah menanti dokter. Pasalnya ia akan dioperasi akhir April.
Goo dirawat di RSUD Jayapura sejak Minggu sore, 22 April 2018. Sebelumnya ia dirawat di RSUD Nabire. Namun, rumah sakit merujuknya untuk melanjutkan perawatan di RSUD Jayapura.
Anak muda itu adalah korban tembakan peluru naas, Jumat, 6 April 2018, di sekitar pompa bensin Mauwa, Distrik Kamuu, Kabupaten Dogiyai.
Seorang saksi mata, Jefri Dogomo, 25 tahun, berujar, pada Jumat, 6 April 2018, dirinya mendengar bunyi tembakan di belakang kandang ayam miliknya saat kejadian.
Sekelompok pemuda dan remaja ketika itu sedang berkumpul. Mereka ingin memasak air untuk membuat kopi. Bunyi tembakan membuat suasana berubah.
Entah kenapa, isu yang beredar cepat menyebutkan, sekelompok pemuda ini mabuk. Faktanya tidak seperti demikian. Terjadilah adu mulut di sekitar lokasi kejadian, Jumat malam.
Tak lama berselang muncul dua mobil blakos (belakang kosong) atau pick up milik polisi, sekitar pukul 8 malam. Sayangnya, Dogomo tak mengetahui plat mobil karena gelap.
Blakos pun menghilang dari hadapan sekelompok pemuda. Disusul tembakan.
Rentetan tembakan membuat warga sekitar lokasi diam saja di dalam rumah, dan berusaha mencari sumber tembakan. Sementara tembakan memecahkan kesunyian.
“Awalnya tembakan dua kali, tapi setelah dikejar tembakan sebanyak lima kali,” ujar Dogomo kepada Jubi pekan lalu di ujung telepon.
Menurut penuturan Dogomo, pelaku menembak dari jarak sekitar lima meter. Tak diketahui siapa pelakunya, tapi yang pasti tembakan terjadi setelah mobil polisi menghilang. Tembakan langsung mengenai dua korban, Esis Auwa, 16 tahun, dan Geri Goo, 18 tahun. Tembakan pertama mengenai tangan, atau dekat ibu jari Esis.
Usai kejadian, Jumat malam, Geri Goo dibawa ke Polsek Kamuu, lalu keesokan harinya ke RSUD Nabire. Sementara Auwa hanya dirawat keluarga, dan mengeluarkan peluru dari tangannya dengan membelah secara tradisional di rumah.
Kepala kampung dan kepala distrik setempat langsung menuju tempat kejadian perkara keesokan harinya, Sabtu, 7 April 2018. Dalam pertemuan dengan masyarakat setempat, Kepolisian Sektor Kamuu dan pejabat lokal, masyarakat menjelaskan awal mula kejadian.
“Mereka jelaskan seperti yang saya bicarakan ini (kepada Jubi),” lanjut Dogomo meyakinkan.
Kakak korban, Lea Goo, ketika diwawancarai Jubi di RSUD Jayapura, Kamis, 26 April 2018 mengaku tak mengetahui ihwal kejadian yang menimpa anggota keluarganya. Ketika itu, mereka sedang di kebun, sekitar dua kilometer dari Moanemani, ibu kota Kabupaten Dogiyai.
”Kami dengar saja keluarga kami dapat tembak, lalu kami cek,” kata Lea Goo dengan suara menghilang.
Kabag Ops Polres Nabire AKP Jemmy Tamaela ketika dikonfirmasi via selulernya, Jumat, 27 April 2018, belum memberikan klarifikasinya. Beliau beralasan sedang melakukan pengamanan sidang dan berjanji akan menelpon Jubi beberapa saat kemudian.
Lantaran tak mendapat jawaban hingg Jumat sore, Jubi pun meminta klarifikasi per pesan singkat, Sabtu sore, 28 April 2018. Tapi urung dijawab. Hingga laporan ini diturunkan polisi bahkan belum memberikan keterangan.
Pada foto radiologi tertanggal 16 April 2018, pukul 09.01.20, dengan petugas radiologi Niken K, Amd Rad kode foto E.3355, tampak tulang Geri Goo retak.
Pihak keluarga menyebutkan, tulang retak akibat tembakan peluru. Tembakan dari arah depan menembus hingga tulang retak.
Hingga Kamis, 26 April 2018, dokter belum menjelaskan kondisi pasien ini. Pagi dan sore ia mengerang kesakitan. Badannya panas. Meski ditopang untuk ke toilet, remaja naas ini tak bisa berdiri.
“Ia buang air di tempat,” kata Lea Goo lagi.
Dokter yang menangani Goo di RSUD Jayapura, Kamis siang tak bisa dikonfirmasi. Namun, sejumlah petugas kesehatan membenarkan adanya serpihan peluru, di tubuh pasien 18 tahun, yang terbaring di ruangan kelas 3 rumah sakit itu.
Selama ini ia ditangani dokter bedah saraf, tapi hanya asistennya. Goo belum dioperasi lantaran HB (hemaglobin) rendah dan fungsi hati masih tinggi.
Hemaglobin adalah protein sel darah merah yang memungkinkan darah mengangkut oksigen. Hemaglobin normal beda dengan abnormal dalam urutan asam amino.
Oleh karena itu, Goo akan dioperasi jika kondisinya normal. Itu pun menunggu kedatangan dokter spelialis saraf dari Jakarta.
Meski demikian, beberapa petugas ini tak memastikan tanggal operasinya. Hanya disebut, bahwa sang dokter ke Jayapura untuk melakukan operasi, akhir April.
Pada pertemuan Jumat, 27 April 2018, Plt. Direktur RSUD Jayapura drg. Aloysius Giyai, dr. Rena Numberi, bersama keluarga pasien, disebutkan bahwa Goo dioperasi pada Rabu, 2 Mei 2018 oleh dokter bedah saraf dari Jakarta.
Kakak pasien lainnya, Julian Keiya, mengharapkan agar adiknya segera dioperasi. Untuk mengeluarkan serpihan peluru, lanjutnya, terlalu lama menunggu hingga akhir April 2018. Apalagi menyangkut keselamatan nyawa manusia.
Dengan begitu, keluarga malah berpandangan bahwa terjadi pembiaran dan diskriminasi terhadap korban dan orang asli Papua (OAP).
Keiya juga menilai penembakan terhadap anggota keluarganya terencana, sistematis dan terstruktur. Betapa tidak, usai kejadian, aparat gabungan TNI-Polri memenuhi badan jalan, sepanjang jalan Nabire-Paniai, sekitar lokasi kejadian di Mauwa.
Meski demikian, keluarga belum berupaya menyelesaikan kasus ini sesuai prosedur hukum, untuk memproses pelaku.
“Yang utama selamatkan nyawa adik kami,” ujar Keiya. (*)
0 komentar:
Posting Komentar