Ilustrasi tingkat pengrusakan hutan Indonesia – IST |
Jayapura, Jubi – Politik pembangunan Indonesia di Papua
ikut menjadi pembahasan hangat di konferensi dua hari bertajuk ‘At the
Intersection: Pacific Climate Change and Resource Exploitation in West Papua’ di Sydney, Australia.
“Pembangunan di Papua sekarang telah berdampak luar biasa terhadap harkat dan martabat bangsa pribumi atau masyarakat adat Papua,”
ujar Emil Kleden yang menyampaikan kesannya atas konferensi yang
berlangsung minggu lalu itu kepada Jubi, Rabu (9/11/2016). Emil Kleden
salah seorang narasumber dalam konferensi tersebut mewakili NGO Forest
People Program (FPP) yang berbasis di Jakarta, Indonesia.
“Dampak ini terutama pada hilangnya sumber-sumber hidup, tidak tersedianya alternatif yang cukup bagi masyarakat Papua
asli untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan ekonomi mereka,” ujar
Emil yang pada kesempatan itu mempresentasikan topik mengenai “Komitmen
Pengurangan Emisi Indonesia dan Papua, Antara Kenyataan dan Mimpi.”
Di dalam makalah presentasinya, Emil menyampaikan enam tantangan pengurangan emisi di Papua yang berdampak langsung pada perubahan iklim.
“Tingginya angka deforestasi, pembangunan skala besar yang dipaksakan di seluruh Papua, kebijakan dan pendekatan yang tidak berubah di Papua, komposisi tidak seimbang antara pertumbuhan orang Papua dan non-Papua dan dampaknya pada relasi ekonomi, besarnya jumlah masyarakat asli Papua di pedalaman, serta perubahan produksi dan pola konsumsi semua itu memberi kontribusi besar pada hambatan dan peluang self determination masyarakat asli Papua,” ungkapnya.
Menurut Emil, kritik terhadap program Provinsi Konservasi yang digagas oleh Provinsi Papua
Barat juga mengemuka di dalam forum. “Provinsi Konservasi dikritik
sebagai tidak mungkin berjalan baik tanpa mendesak keluarnya militer
dari Papua Barat, karena status konservasi itu akan makin meminggirkan OAP yang tergantung langsung pada hutan dan SDA,” ujarnya.
Konferensi diinisiatifi oleh West Papua
Project, University of Sydney, digawangi oleh Dr. Cammi Webb-Gannon
dari Western Sydney University, Jim Elmslie, Peter King dan Jason
MacLeod dari University of Sydney).
Dilansir RNZI minggu lalu, Dr.Cammi Webb mengatakan konferensi itu
bertujuan untuk mencari benang merah antara dua persoalan penting di West Papua. “Kolonisasi Indonesia atas West Papua
lah yang menyebabkan eksploitasi gila-gilaan terahdap sumber daya,
serta semakin banyaknya pelanggaran HAM dan pengrusakan lingkungan. Jadi
keduanya sangat erat kait mengait,” ungkap Webb.
Emil menambahkan, perkembangan perjuangan politik West Papua di forum–forum internasional seperti PBB dan MSG serta jaringan kerja West Papua di Pasifik, turut dibahas konferensi tersebut.
“Ralph Regenvanu, Menteri Pertanahan dan Sumber Daya Alam
Vanuatu, hadir pada kesempatan itu, beliau sangat terang benderang
argumennya tentang mengapa mendukung perjuangan rakyat Papua. Bukan hanya semangat Melanesia tetapi lebih pada prinsip pokok di PBB yaitu self-determination serta faktor sejarah Papua,” ujarnya melalui sambungan telepon dari Jakarta.
Upaya diplomatik West Papua
membutuhkan informasi dari semua lini, politik, ekonomi, sosial dan
lingkungan, “untuk (istilah Ralph) menambah bullet (peluru) dalam
perjuangn diplomatik,” kata Emil mengutip pernyataan Regenvanu.(*)
Sumber: www.tabloidjubi.com
0 komentar:
Posting Komentar