Perdana Menteri PNG, Peter O'Neill berfoto bersama perwakilan CSO Pasifik usai pertemuan dengan CSO Pasifik - Jubi |
Jayapura, Jubi – Isu Papua Barat terus berdengung di Pasific Islands Forum (PIF). Papua Nugini (PNG) sebagai tuan rumah, tak bisa menghindar dari isu ini. Peter O’Neill, Perdana Menteri Papua Nugini yang akan menjadi Ketua PIF berikutnya, menegaskan lagi posisi PNG dalam isu Papua.
Sebagaimana tradisi di PIF, Troika Leaders PIF yang terdiri dari ketua sebelumnya (Kepulauan Marshall), ketua saat ini (Palau) dan ketua selanjutnya (PNG) yang akan menjabat Ketua PIF selama beberapa tahun kedepan, diagendakan untuk bertemu Perwakilan Masyarakat Sipil Pasifik (CSO). Pertemuan Troika Leaders dengan CSO ini dilaksanakan Selasa (8/9/2015) pagi, usai jamuan makan pagi untuk delegasi PIF.
Menjawab pertanyaan CSO tentang isu Papua Barat yang menjadi satu dari lima isu yang diagendakan untuk para pemimpin PIF, O’Neill kembali menegaskan bahwa pemerintahnya akan berbicara soal Papua Barat dalam pertemuan para pemimpin PIF nanti.
“PNG akan Bicara Soal Papua Barat di PIF. Pemerintah PNG secara positif terlibat dengan Pemerintah Indonesia untuk masalah Papua Barat. Pasifik tidak bisa bicara tentang Papua Barat dalam isolasi. Pasifik harus bicara soal tentang Papua dengan Indonesia dalam satu meja yang sama,” ujar O’Neill.
Ia menambahkan, Pemerintah Indonesia dan rakyat Papua sudah berada dalam forum yang sama, yakni Melanesian Spearhead Group (MSG). Dua pihak ini bisa secara langsung bertatap muka untuk menyelesaikan persoalan Papua. O’Neill menegaskan, ia berpegang pada asas kebudayaan Melanesia yang menghendaki masalah Papua diselesaikan di “para-para adat” Melanesia karena issue Papua Barat sudah tidak dapat disembunyikan lagi dan telah merupakan masalah regional.
O’Neill sangat berharap, hal ini bisa menjadi keputusan PIF dalam beberapa hari kedepan. Harapan O’Neill ini didukung oleh dua anggota Troika Leaders lainnya. Ketiganya juga berjanji pada perwakilan CSO, akan membawa lima isu yang diusulkan oleh Sekretariat PIF dan masyarakat sipil Pasifik dalam pertemuan para pemimpin PIF dalam beberapa hari ke depan. Kelima isu tersebut adalah perikanan di Pasifik, perubahan iklim, dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)di Papua Barat, kanker serviks dan Informasi, Komunikasi dan Teknologi.
Apa yang disampaikan oleh O’Neill ini tak berbeda jauh dengan sikap PNG dan Fiji dalam pertemuan pemimpin Melanesia Spearhead Group (MSG) bulan Juni lalu di Honiara. Saat itu, dua negara ini berpandangan masalah Papua Barat harus diselesaikan dengan melibatkan Indonesia. Perdana Menteri Fiji, Veroqe Bainimarama jelas menyebutkan United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) yang diterima sebagai observer di MSG merupakan badan yang signifikan mewakili pandangan orang-orang Papua Barat di luar Papua. Ia juga percaya bahwa ULMWP memiliki pandangan tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk rakyat Melanesia di Papua Barat.
Keputusan MSG menerima ULMWP sebagai observer, kata Bainimarama adalah untuk kepentingan semua orang.
“ULMWP harus dibawa ke dalam proses perubahan bangsa Melanesia di Papua. Ini kesempatan untuk ULMWP. ULMWP harus menggunakan hak istimewa ini untuk bekerja sama dengan MSG membawa perubahan untuk rakyat Papua Barat,” kata Bainimarama.
Saat itu, Bainimarama juga mengatakan semua pihak dalam MSG harus melangkah menuju era baru, kerjasama semua pihak untuk mencapai hasil terbaik bagi bangsa Papua Barat. Indonesia dan Papua yang diwakili oleh ULMWP, kata Bainimarama, bisa berdiskusi tentang rakyat Papua Barat di rumah yang sama, MSG.
Setelah pertemuan dengan CSO ini, O’Neill menyampaikan kepada wartawan bahwa United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) telah mendaftarkan aplikasi keanggotaan di PIF. Namun O’Neill berpandangan, aplikasi tersebut akan ditolak oleh para pemimpin PIF.
“Itu butuh waktu. Saya pikir para pemimpin belum akan menerima aplikasi itu,” ujar O’Neill.
Kenn Mondiai, Ketua PNG Union for West Papua (PNGUWP) yang menghadiri pertemuan CSO dengan Troika Leaders PIF mengatakan CSO di Pasifik menyampaikan kepada Troika Leaders bahwa isu penentuan nasib sendiri termasuk dengan Papua Barat telah diangkat di berbagai forum pemimpin Pasifik selama bertahun-tahun. Tapi sangat sedikit yang dilakukan untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat yang berkembang dan terus membanjiri media.
“Sekarang waktunya. Dan pemimpin Pasifik saat ini harus bertindak untuk menyelesaikan masalah ini secara adil dan damai. PNG memiliki peran penting untuk bermain di forum ini. Dan sebagai tuan rumah serta ketua PIF untuk periode berikut, kami menyerukan Perdana Menteri Peter O’Neill dan rekan-rekan Pasifik untuk bertindak secara moral dan sadar ketika berunding tentang Papua Barat,” kata Mondiai.
0 komentar:
Posting Komentar