Para Pimpinan Gereja di Papua - Jubi/Doc |
Jayapura, Jubi – Pihak gereja di Papua meminta Polda Papua menghentikan proses hukum terhadap dua pemuda, JW dan AK yang ditangkap pasca insiden Tolikara Papua,17Juli lalu.
Ketua Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua, Pdt. Benny Giay mengatakan, pimpinan gereja beranggapan, penanganan insiden Tolikara sudah selesai melalui surat kedua yang dikirim pihaknya ke Polda Papua pada 10 Agustus 2015 lalu. Isinya meminta penghentian proses hukum warga Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) terkait insiden itu.
“Kedua, adanya putusan para pimpinan agama dan Muspida Provinsi Papua, 21 Agustus 2015. Namun ternyata proses hukum mesih berlangsung. Dua pemuda GIDI masih ditahan Polda Papua,” kata Benny Giay dalam siaran pers yang diterima Jubi, Jumat (28/8/2015).
Menurutnya, pihak gereja menilai, penahanan JW dan AK akan mengganggu kesepakan damai kedua pihak, 29 Juli lalu. Upaya berbagai pihak memulihkan kerukunan umat GIDI dan muslim di Tolikara tak bermakna.
“Masalah Tolikara seolah dibuat tak tuntas. Proses hukum menyisahkan potensi konflik dan membuat kedua pihak dalam ketidakpastian. Ustad Ali Mochtar, imam musholla di Tolikara juga khawatir jika proses hukum dilanjutkan Polda Papua, insiden Tolikara tak akan selesai. Justru akan berbuntut panjang dan berpotensi mengganggu ketentraman hidup umat muslim di Tolikara,” ucapnya.
Hal yang sama dikatakan Ketua Umum Badan Pelayanan Pusat Persekutuan Gereja – Gereja Baptis Papua, Pdt. Socratez Sofyan Yoman. Menurutnya, proses hukum yang dilakukan polisi terhadap dua pemuda itu hingga kini belum menghasilkan bukti yang cukup untuk memposisikan keduanya sebagai pelaku.
“Polisi sudah mengirim berkas keduanya ke kejaksaan, namun dikembalikan karea tak cukup bukti, sehingga masa penahanan keduanya diperpanjang hingga 21 September 2015,” kata Socratez.
Dalam kasus JW dan AK lanjut dia, kedua ditangkap terlebih dulu. Setelah itu polisi baru mengumpulkan bukti – bukti. Padahal sesuai aturan hukum, seseorang ditangkap dan ditahan, harus didahului bukti permulaan. Namun itu tak dipenuhi.
“Kami pimpinan gereka khawatir, jika kedua pemuda itu hanya akan dikorbankan dalam proses hukum yang tak adil, namun hanya demi memenuhi tuntutan dan paksaan kelompok mayoritas,” ucapnya.
Sementara Presiden GIDI, Pdt. Dorman Wandikbo mengatakan, pihaknya meminta Polda Papua memberikan kepastian hukum. Pertama, sungguh – sungguh menghormati kesepakan damai antar pihan GIDI dan umat muslim Tolikara, dengan menghentikan proses hukum kedua pemuda.
“Kedua, jika penegakan hukum dilakukan terhadap warga GIDI, kami mempertanyakan dimana keadilan Polda Papua atas penembakan 11 warga Tolikara yang menyebabkan 10 orang terluka dan satu meninggal dunia. Padahal Kapolda sudah menyatakan, memeriksa 46 orang saksi. Bukti – bukti menangkap pelaku penembakan sudah cukup untuk diproses hukum,” kata Wandikbo. (Arjuna Pademme)
0 komentar:
Posting Komentar