Octo Motte (RNZ) |
Jayapura, Jubi – Kunjungan Presiden
Indonesia Joko Widodo ke Papua Nugini (PNG) pekan ini merupakan usaha terbaru
Jakarta untuk memberikan tekanan pada anggota Melanesian Spearhead Group (MSG)
agar tidak mendukung aplikasi Papua Barat sebagai anggota negara-negara
Melanesia ini.
Octovianus Mote, Sekretaris Jenderal
United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) mengatakan diplomasi Indonesia
ini berkaitan dengan pertemuan MSG pada 21 Mei mendatang. Pada pertemuan
Menteri Luar Negeri dari negara-negara anggota MSG ini, akan dibahas permohonan
keanggotaan Papua Barat yang disampaikan oleh ULMWP pada tanggal 5 Februari
2015. Namun, pertemuan para pemimpin MSG ke-20 bulan Juli di Honiara nanti
adalah event yang bertugas membuat keputusan akhir pada setiap aplikasi
keanggotaan.
ULMWP, lanjut Mote mengantisipasi
upaya Presiden Indonesia Widodo ke Port Moresby yang diduga mencoba membuat
perpecahan antara Perdana Menteri PNG Peter O’Neill dengan sesama anggota MSG.
Indonesia, yang merupakan anggota pengamat dari MSG, menentang keanggotaan
Papua Barat dari organisasi sub-regional ini.
“Pada bulan Februari lalu, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi
mengunjungi Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Fiji dalam upaya lain untuk
menekan dukungan pada Papua Barat,” kata Mote saat dihubungi di Suva, Fiji,
Senin (11/5/2015).
Sebelum kunjungan Presiden Widodo
untuk Papua Nugini ULMWP menyatakan terima kasih kepada PNG.
“Dari satu Melanesia kepada yang lain, saya berterima kasih kepada Perdana
Menteri O’Neill untuk ekspresi baru-baru ini atas dukungan bagi rakyat Papua
Barat dan berbicara atas nama kami. Papua Nugini adalah kakak kami di Melanesia
dan di Pasifik,” tambah Octovianus Mote.
ULMWP juga menyinggung perjalanan
Presiden Widodo ke Papua Barat pekan lalu yang melibatkan lebih dari 6.000
personel keamanan.
Secara terpisah, dari Inggris, Benny
Wenda, mendesak Perdana Menteri O’Neill menekankan kepada Presiden Widodo bahwa
situasi HAM di Papua Barat tetap serius. Ratusan ditangkap selama demonstrasi
damai pada tanggal 1 Mei di Papua Barat menggambarkan bahwa tindakan kekerasan
yang sistematis terhadap kebebasan berekspresi masih terus terjadi.
“ULMWP, terutama menekankan perlunya
keadilan atas pembunuhan empat anak sekolah yang tidak bersenjata di Paniai,
Desember 2014. Mereka yang tewas dilaporkan ditembak oleh tentara dari Batalyon
753 Arga Vira Tama (AVT) Nabire. Meskipun bukti sangat kuat, investigasi oleh
Komisi Hak Asasi Manusia Indonesia telah gagal untuk mengidentifikasi pelaku,”
ujar juru bicara ULMWP ini.
Mengomentari kekejaman aparat
keamanan ini Benny Wenda menekankan Presiden Joko Widodo masih belum memenuhi
janjinya yang dibuat selama kunjungan bulan Desember tahun lalu ke Papua Barat
untuk mengadili para pembunuh dalam penembakan di Paniai. Kurangnya tindakan
pemenuhan keadilan ini merusak kunjungan terakhirnya ke Papua Barat. Para
pembunuh pergi bebas dan ia melindungi dirinya dengan kehadiran militer yang
besar selama kunjungannya.
“Kami orang Papua masih berkabung atas korban di Paniai,” tambah Wenda.
ULMWP, menurut Mote akan
mengingatkan semua negara anggota MSG bahwa Papua Barat telah memenuhi
kewajibannya untuk berdiri di atas satu suara untuk Papua Barat dengan
membentuk payung ULMWP dalam pertemuan koordinasi pada bulan Desember 2014
lalu.
“ULMWP mendukung penuh hasil
pertemuan para pemimpin MSG tahun 2013 lalu yang secara tegas menyebutkan MSG
sepenuhnya mendukung hak-hak asasi rakyat Papua Barat terhadap penentuan nasib
sendiri sebagaimana diatur dalam mukadimah konstitusi MSG,” tegas Mote. (Victor
Mambor)
0 komentar:
Posting Komentar