APARAT KEPOLISIAN MEMBLOKADE AKSI DEMO KNPB DI JAYAPURA (doc ng) |
Jayapura,
KNPB-News--Rakyat Papua Barat memiliki sejarah yang berbeda
dengan Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda dan Jepang. Karena gerakan
Koreri di Biak dan sekitarnya, lahir pada awal tahun 1940-an aktif menentang
kekuasaan Jepang dan Belanda, tidak memiliki garis komando dengan gerakan
kemerdekaan di Indonesia ketika itu. Gerakan Koreri, di bawah pimpinan Stefanus
Simopiaref dan Angganita Manufandu, lahir berdasarkan kesadaran pribadi bangsa
Melanesia untuk memerdekakan diri di luar penjajahan asing.
Wilayah Papua Barat pernah
mengalami proses dekolonisasi di bawah pemerintahan Belanda. Papua Barat telah
memiliki bendera nasional Bintang fajar memiliki lagu Kebangsaan Hai Tanahku
Papua sebagai lagu kebangsaan dan nama negara Papua Barat. Simbol-simbol kenegaraan
disiapkan oleh Komite Nasional Papua (KNP) sekarang yang kita kenal
hari ini dengan nama Komite Nasional Papua Barat (KNPB), simbol negara ini
ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea). NGR
didirikan pada tanggal 5 April 1961 secara demokratis oleh rakyat Papua Barat
bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Nama negara, lagu kebangsaan serta
bendera telah diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah
Belanda.
Dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei
1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di bawah United
Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari tahun 1963
hingga 1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional
(international dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua
Barat di dunia politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya
dengan perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling
memiliki hubungan sejarah.
Masa depan Bangsa Papua
dikorbankan dengan tidak diikut-sertakannya rakyat Papua Barat sebagai subjek
masalah di dalam Konferensi Meja Bundar, New York Agreementyang
mendasari Act of Free Choice, Roma Agreement dan lain-lainnya
merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri yang dilakukan oleh pemerintah
(state violence) dalam hal ini pemerintah Indonesia dan Belanda. Rakyat
Papua Barat tidak diberi kesempatan untuk memilih secara demokratis di dalam
Pepera. Act of Free Choicedisulap artinya oleh pemerintah Indonesia
menjadi Pepera.
Di sini terjadi manipulasi
pengertian dari Act of Free Choice (Ketentuan Bebas Bersuara)
menjadi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Ortiz Sans sebagai utusan PBB yang
mengamati jalannya Pepera melaporkan bahwa rakyat Papua Barat tidak diberikan
kebebasan untuk memilih. Ketidakseriusan PBB untuk menerima laporan Ortiz Sans
merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri. PBB justru melakukan pelecehan
HAM melawan prinsip-prinsipnya sendiri. Ini merupakan motivasi di mana rakyat
Papua Barat akan tetap berjuang menuntut pemerintah Indonesia, Belanda dan PBB
agar kembali memperbaiki kesalahan mereka di masa lalu.
Sejak pencaplokan pada 1 Mei
1963, pemerintah Indonesia selalu berpropaganda bahwa yang pro kemerdekaan
Papua Barat hanya segelintir orang yang sedang bergerilya di hutan. Tapi,
Gerakan Juli 1998 membuktikan yang lain di mana dunia telah menyadari bahwa
jika diadakan suatu referendum bebas dan adil maka rakyat Papua Barat akan
memilih untuk merdeka di luar Indonesia. Rakyat Indonesia pun semakin menyadari
hal ini. Rakyat Papua Barat menyadari dirinya sendiri sebagai bangsa yang
terjajah sejak adanya kekuasaan asing di Papua Barat. Kesadaran tersebut tetap
menjadi kuat dari waktu ke waktu bahwa rakyat Papua Barat memiliki identitas
tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Penyandaran diri setiap kali pada identitas
pribadi yang adalah dasar perjuangan, merupakan akibat dari kekejaman
praktek-praktek kolonialisme Indonesia.
Disposkan: Ones Suhuniap, Sekertaris Umum KNPB Pusat
BERIKUT FOTO PENANGKAPAN KNPB WILAYAH MAMTA, NUMBAY, JAYAPRA
0 komentar:
Posting Komentar