Wacana Dialog Papua -
Jakarta Bukan Solusi
Dialog
Babak Pertama.
KNPB-News-Pasca
pemerintahaan Orde Baru (Jendral Soeharto) tumbang 1998, bangsa Papua Barat
membentuk Tim 100 untuk melakukan lobi-lobi politik, Tim 100 di bawah
kepemimpinan Tom Beanal ke Jakarta bertemu dengan Presiden Republik Indonesia,
Baharudin.J.Habibie. Tom Beanal dalam pertemuan dengan B.J.Habibie meyerahkan
proposal aspirasi tuntutan kemerdekaan bangsa Papua Barat, Presiden menjawab
dengan kata” Pulang dan Renungkan” artinya bangsa Papua Barat pikir baik-baik
soal aspirasi Papua Merdeka.
Ternyata
di balik konsep Dialog Papua – Jakarta yang ditawarkan Tim 100 dalam
pertemuannya di Jakarta tahun 2000 tidak mendapat respon baik dari Presiden
B.J.Habibie, proposal mengenai tuntutan kemerdekaan dijawab dengan
Undang-undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsuas Papua), UU –
Otsus sangat bertolak belakang dengan keinginan Rakyat Papua Barat yang
berkehendak memisahkan diri dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
merdeka secara berdaulat di atas tanah airnya sendiri.
Sikap
Tim 100 dalam berdialog dengan Jakarta terkesan bersungut-sungut kepada Jakarta
alias mengemis kemerdekaan, sikap Tim 100 merupakan tindakan yang konyol,
karena di dunia ini belum ada pengalaman sejarah yang mengajarkan kemerdekaan
suatu Negara yang dirahi di atas kertas putih berdasarkan perjanjian/kompromi
politik (Dialog/Perundingan). OTSUS bukan bagian dari aspirasi rakyat Papua
Barat, tetapi OTSUS adalah murni keberpihakan poltik peredam aspirasi Papua
Merdeka oleh Jakarta untuk Papua yang dihasilkan berdasarkan kompromi politik
melalui Dialog, Tim 100 gagal menyuarahkan aspirasi tuntutan kemerdekaan rakyat
Papua Barat.
Dialog
Babak Kedua.
Konsep
Dialog serupa sekarang lagi di gagas oleh segelintir orang yang mengklaim diri
Jaringan Damai Papua (JDP), di dalam tubuh JDP terjaring banyak kelompok
abu-abu yang mengatasnamakan rakyat Papua Barat, mulai dari kelompok Akademisi,
LSM/NGO, Mahasiswa dan kelompok Masyarakat yang tidak memahami latar belakang
perjuangan rakyat Papua Barat untuk merdeka. Kelompok JDP yang digagas oleh Dr.
Pastor Neless Tebai dari misi kepastoran dan Dr. Muridan Widjohjo dari Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang merupakan lembaga resmi milik pemerintah
yang baru-baru ini menggelar Konfrensi Perdamain Papua pada 6 – 8 Juli 2011 di
Auditorium Universitas Cenderawsih (UNCEN) yang di fasilitasi Jakarta, perlu
diwaspadai agenda Dialognya.
Dalam
Dialog Papua – Jakarta yang di gagas telah melahirkan konsep perundang-undangan
baru yang di tuangkan dalam Unit Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua
Barat (UP4B), UU – UP4B yang direncanakan akan di tandatangi Presiden
Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam waktu dekat, dalam Dialog Papua
– Jakarta juga akan dibahas menyangkut revisi UU Otsus selama 10 Tahun berjalan
di tanah Papua, serta mekanisme lain menyangkut pemberdayaan Masyarakat Papua
dalam Undang-Undang Otsus yang selama ini di anggap belum di rasahkan
Masyarakat luas. Dialog Papua – Jakarta hanya akan melahirkan malapetahka baru,
OTSUS lahir sejak tahun 2001 telah cukup memberikan pelajaran bagi rakyat Papua
Barat.
Dialog
Papua – Jakarta adalah Dialog Golongan Elit Politik Papua - Jakarta.
Rakyat
Papua Barat tidak dapat di tipu lagi untuk kesekian kali, dalam Dialog Papua –
Jakarta tentu yang akan di undang untuk berdialog adalah golongan elit-elit
politik yang bercokol dalam pemerintahan birokrasi di Papua dan Jakarta, rakyat
Papua Barat sebagai pemegang hak sulung dijadikan objek (penonton) dalam
instrument dialog yang sedang di gagas oleh JDP. UU No. 21/2001 (Otsus Papua)
lahir dari kesepakatan-kesepakatan dalam Dialog, karena dalam Dialog tidak ada
istila Revolusi/Papua Merdeka tetapi yang ada hanyalah perbaikan sitem dan
pemerintahaan yang sedang berjalan.
Hal
serupa sekarang sedang di gagas ulang oleh kelompok-kelompok elitik politik
Papua yang telah menyusup ke Ormas-ormas masyarakat, Gereja, LSM dan
Lembaga-Lembaga Negara milik pemerintah, Negara Kesatuan Republik Indonesia
telah menyatakan sikap bahwa tidak ada istilah tawar menawar dalam politik
Papua Merdeka sebab Papua Barat dalam bingkai NKRI sudah final, jika demikian
sekarang menjadi pertanyaan bahwa apa yang akan dibicarakan dalam konsep Dialog
yang ditawarkan JDP?, Apakah perjuangan rakyat Papua Barat untuk Merdeka akan
senasip dengan perjuangan rakyat Aceh ? setelah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan
rakyat Aceh berhasil dijinakan dalam Dialog/Perundingan elsingkhi ? masih
banyak pertanyaan yang perlu di jawab, namun semuanya akan kembali pada sikap
dan komitmen rakyat Papua Barat untuk Merdeka.
Dialog
Tanpa Kekuatan Tawaran Sama Saja Bohong.
Dialog
memang sangat penting untuk terus didiskusikan dalam internal rakyat Papua
Barat untuk memajukan gerakan perjuangan rakyat dalam tahapan-tahapan yang
lebih maju, secara eksternal Dialog dengan pemerintah Indonesia saat ini belum
kuat, karena rakyat Papua Barat belum mempunyai kekuatan posisi tawar secara
politik, artinya kekuatan logistik perang dan persenjataan tidak sebanding
kekuatan militer TNI-POLRI, bahkan di lain sisi, rakyat Papua Barat belum
mempunyai jaminan politik dari satu badan indenpenden dunia misalnya
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menggelar Dialog dalam rangka menuju
tahapan pelaksanaan Referendum bagi bangsa Papua Barat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gagasan Dialog yang sedang di dorong oleh tim JDP maupun kelompok/lembaga apapun yang mengatasanamakan rakyat Papua Barat untuk mendorong proses Dialog dengan pemerintah Indonesia perluh disikapi secara serius, sebab kelompok-kelompok/lembaga tersebut sedang memanfahatkan situasi atau momen-momen tertentu guna menghancurkan perjuangan rakyat Papua Barat untuk merdeka secara penuh dari penjajahan kolonialisme Indonesia. Jika Dialog Papua – Jakarta berhasil dilakukan dengan menghadirkan pemerintah Indonesia tanpa ada jaminan politik dari PBB sebagai pemegang kewenangan penuh, maka Dialog yang dilaksanakan hanya akan menjadi bahan legitimasi pemerintah Indonesia untuk berkampanye di dunia internasional untuk meyakinkan masyarakat Internasional bahwa persoalan rakyat Papua Barat telah diselesaikan melalui beberapa keputusan dalam Dialog Papua –Jakarta.( KNPB-News / Ones Suhuniap, SEKJEN)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gagasan Dialog yang sedang di dorong oleh tim JDP maupun kelompok/lembaga apapun yang mengatasanamakan rakyat Papua Barat untuk mendorong proses Dialog dengan pemerintah Indonesia perluh disikapi secara serius, sebab kelompok-kelompok/lembaga tersebut sedang memanfahatkan situasi atau momen-momen tertentu guna menghancurkan perjuangan rakyat Papua Barat untuk merdeka secara penuh dari penjajahan kolonialisme Indonesia. Jika Dialog Papua – Jakarta berhasil dilakukan dengan menghadirkan pemerintah Indonesia tanpa ada jaminan politik dari PBB sebagai pemegang kewenangan penuh, maka Dialog yang dilaksanakan hanya akan menjadi bahan legitimasi pemerintah Indonesia untuk berkampanye di dunia internasional untuk meyakinkan masyarakat Internasional bahwa persoalan rakyat Papua Barat telah diselesaikan melalui beberapa keputusan dalam Dialog Papua –Jakarta.( KNPB-News / Ones Suhuniap, SEKJEN)
Redaksi: SWP-News
0 komentar:
Posting Komentar