Pertemuan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakkan HAM di Tanah Papua dengan Anggota Komisi HAM PBB, Kamis (15/1) di Jakarta (Jubi/Victor Mambor) |
Jakarta,
Jubi – Lambannya respon pemerintah terhadap insiden penembakan di Paniai yang
menewaskan empat siswa mendesak koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakkan HAM
di Tanah Papua dan Koalisi #papuaitukita, menemui pihak Komisi HAM PBB yang
sedang berada di Jakarta untuk menindaklanjuti rekomendasi Universal Periodic
Review (UPR) yang direkomendasikan oleh PBB kepada pemerintah Indonesia.
Pertemuan
yang berlangsung sekitar 45 menit, pada hari Kamis (16/1) itu, dihadiri oleh
Cees Flinterman (Profesor dari belanda yang juga Anggota Komite HAM PBB yang
bertugas memonitor pelaksanaan Kovenan Sipil dan Politik oleh negara-negara
yang menandatangani Kovenan tersebut), Victor Rodoriques Resya (Profesor dari
Kosta Rika yang menjabat anggota sub komite bidang anti penyiksaan), John Gobay
(Ketua Dewan Adat Paniai) dan Victor Mambor (Kordinator Koalisi Masyarakat
Sipil untuk Penegakkan HAM di Tanah Papua).
John
Gobay mengatakan dalam pertemuan tersebut, ia menyampaikan laporan insiden
penembakan di Paniai tanggal 8 Desember 2014 yang menewaskan empat siswa.
“Selain
itu, kami juga menyampaikan hasil diskusi sehari sebelumnya yang intinya
mendesak Komnas HAM melakukan penyelidikan kasus Paniai sesuai mekanisme dalam
UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM,” kata Gobay.
Gobay
menambahkan, meskipun masyarakat sipil Papua telah mengirimkan laporan kepada
Christof Heyns, Pelapor Khusus PBB bidang “extrajudicial and summary
execution”, pertemuan dengan salah satu anggota Komite HAM PBB ini dilakukan
untuk menegaskan kembali daftar impunitas yang terus menerus terjadi di Tanah
Papua.
“Mereka
yang membuat catatan rekomendasi UPR untuk Indonesia. Dan saat ini mereka
berada di Jakarta untuk menemui beberapa pejabat di Institusi pengadilan,
kejaksaan, Kepolisian, Kementerian Kumham dan Komnas HAM, sehingga mereka perlu
mengetahui kronologis dan detail kasus Paniai ini,” kata Gobay.
Cees
Flinterman, saat diwawancarai Jubi, mengatakan meskipun Komisi HAM PBB memiliki
prosedur pelaporan individual, namun Indonesia belum menjadi negara yang
menandatangani pelaksanaan prosedur pelaporan individual ini.
“Kami
akan mencatat laporan ini sebagai salah satu masukan dari masyarakat sipil
dalam sidang UPR nanti. Kami juga akan menanyakan respon pemerintah terhadap
kasus ini kepada institusi negara yang berkaitan dengan penegakan HAM, terutama
hak sipil politik,” kata Flinterman.
Flinterman
juga menambahkan, sepengetahuan dirinya, hingga saat ini ada beberapa kasus
pelanggaran HAM berat di Papua yang kasusnya masih “tergantung” di Kejaksaan
Agung, yakni kasus Wasior dan Wamena. Dua kasus ini menjadi poin penting dalam
UPR dan akan ditanyakan kepada Jaksa Agung dalam pertemuan mereka, Jumat
(16/1).
Dalam
Diskusi Publik “Mengakhiri Impunitas di Tanah Papua” yang diselenggarakan pada
hari Rabu (14/1) di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), aktivis
HAM yang pernah menjadi anggota Tim Pencari Fakta kasus pembunuhan Munir,
Hendardi, mengatakan kasus Paniai harus ditindaklanjuti oleh Komnas HAM dengan
serius, apapun bentuk tim yang diputuskan oleh Komnas HAM, karena korban yang
tewas adalah anak-anak usia sekolah. Namun Hendardi menegaskan tim yang
dibentuk Komnas HAM harus bersih dari orang-orang yang pernah tersandung kasus
pelanggaran HAM sebelumnya.
“Saya baru tahu kalau Abdul Muis yang pernah menjadi tersangka kasus pelanggaran HAM Timor Timur juga diusulkan sebagai tim penyelidik kasus Paniai. Tim penyelidik, harus bebas dari orang-orang yang pernah punya masalah dengan penegakkan HAM,” kata Hendardi. (Victor Mambor)
“Saya baru tahu kalau Abdul Muis yang pernah menjadi tersangka kasus pelanggaran HAM Timor Timur juga diusulkan sebagai tim penyelidik kasus Paniai. Tim penyelidik, harus bebas dari orang-orang yang pernah punya masalah dengan penegakkan HAM,” kata Hendardi. (Victor Mambor)
Sumber:tabloidjubi.com/2015/01/16/penembakan-empat-siswa-di-paniai-dewan-adat-paniai-temui-komisi-ham-pbb
0 komentar:
Posting Komentar