Sebuah
pikiran tentang Organisasi Papua Merdeka ( OPM)
Nama
Organisasi Papua Merdeka atau OPM adalah nama yang diberikan oleh pemerintah
Republik Indonesia pada setiap organisasi atau faksi baik di Irian Jaya maupun
diluar negeri yang dipimpin oleh putra-putra Irian Jaya pro-Papua Barat dengan
tujuan untuk memisahkan atau memerdekakan Irian Jaya (West Papua) lepas dari negara
Kesatuan Republik Indonesia. Nama OPM pertama kali diperkenalkan di Manokwari
pada tahun 1964 yaitu pada saat penangkapan pimpinan "Organisasi dan
Perjuangan menuju Kemerdekaan Papua" Terianus Aronggear (SE) dan
kawan-kawannya oleh pihak keamanan dan mengajukan mereka kedepan pengadilan.
Nama itu juga semakin populer yaitu pada saat meletusnya pemberontakan
bersenjata yang dipimpin oleh Permenas Ferry Awom pada tahun 1965 di Manokwari,
serta berbagai pemberontakan atau aksi militer sporadis lainnya diberbagai
wilayah di Irian Jaya. Dalam proses pemeriksaan baik oleh militer polisi dan
jaksa, para pemimpin pemberontakan menerima baik nama OPM yang diberikan oleh
para pemeriksa (Pemerintah Indonesia) sebab menurut mereka nama itu tepat,
singkat, mudah diingat dan dipopulerkan bila dibandingkan dengan nama
Organisasi yang mereka bentuk dan berikan itu panjang serta sulit diingat.
OPM
itu lahir dan tumbuh di Irian Jaya yang pada awalnya terdiri dari 2 (dua) faksi
utama yaitu organisasi atau faksi yang didirikan oleh Aser Demotekay pada tahun
1963 di Jayapura dan bergerak dibawah tanah. Faksi ini menempuh jalan kooperasi
dengan pemerintah Indonesia serta mengaitkan perjuangannya dengan gerakan Cargo
yang bercirikan spiritual yaitu campuran antara agama adat/gerakan Cargo dan
agama Kristen. Organisasi ini muncul ke permukaan pada tahun 1970 setelah
selesai PEPERA dan terus aktif membina para pengikutnya di Kabupaten Jayapura
terutama di kecamatan-kecamatan pantai timur, pantai barat, Depapre dan Genyem.
Salah satu anak binaan Aser Demotekay adalah Jacob Pray.
Menurut pengakuan Aser Domotekay, bentuk perjuangan yang dilakukan untuk mencapai kemerdekaan Papua atau Irian Jaya adalah kerja sama dengan pemerintah Indonesia. Ia meminta kepada pemerintah Indonesia untuk menyerahkan kemerdekaan kepada Irian Jaya sesuai dengan Janji Alkitab, Janji Leluhur dan Janji tanah ini bahwa bangsa terakhir yang terbentuk dan menuju akhir jaman adalah bangsa Papua. Dalam pembinaan massa pengikutnya, ia selalu memberikan pengarahan yang berkaitan dengan agama, adat istiadat/gerakan Cargo adat dan melarang tindakan Radikal dalam mencapai tujuan kemerdekaan Papua. Untuk mendukung aktivitasnya maka ia menulis beberapa artikel Rohani dengan menyisipkan pesan-pesan politik didalamnya. Organisasi ini tidak diberikan nama dengan tegas tapi merupakan usaha persiapan bagi kemerdekaan Papua Barat (West Papua) yang diketuai oleh Aser Demotekay, dan seorang pembantu umum. Untuk kepentingan keamanan, maka nama dari anggota organisasi lainnya tidak diungkapkan. Dalam petualangannya, Aser Demotekay yang adalah pensiunan Pegawai Negeri Sipil daerah Propinsi Irian Jaya beberapa kali harus berurusan dengan pihak keamanan yaitu ditahan dan diinterogasi, serta selalu mengaku akan perbuatannya yang dilakukan sendiri.
Secara
organisasi kegiatan OPM pimpinan Aser Demotekay ini merupakan kegiatan Cargo
Cults versi baru dan sangat tergantung pada Aser Demotekay sendiri apalagi
dengan semakin tuanya Aser Demotekay sedang proses kaderisasi tidak dilakukan.
Aktivitas OPM pimpinan Aser Demotekay ini tidak efektif apalagi tidak radikal,
walaupun Jacob Pray dalam kondisi-kondisi tertentu harus memilih jalan yang
radikal untuk melindungi diri serta mewujudkan keinginannya. Organisasi ini
tidak mempunyai suatu perencanaan yang matang program-program apa yang harus
dilakukan baik dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Adapun
kegiatan yang dilakukan selama ini hanya berupa pengarahan-pengarahan, penyampaian
pesan-pesan serta harapan dan dilakukan secara temporer saja sesuai dengan
kesempatan dan kebutuhan. Yang dimaksudkan disini adalah bahwa wilayah
kabupaten Jayapura merupakan wilayah operasi militer pada tahun-tahun 1970
hingga kini. Jadi bila rakyat dikampung-kampung mengalami hal-hal yang kurang
baik dari pihak militer, maka Aser Demotekay selalu mengirim pesan agar rakyat
selalu bersabar dalam menghadapi penderitaan itu sebab penderitaan itu sebentar
saja dan segera akan berakhir sesuai dengan waktu Tuhan yang kian mendekat dan
menuju pada kemerdekaan Papua.
Aser
Demotekay juga dalam aktivitasnya tidak lepas dari bagaimana berusaha untuk
berkomunikasi dengan Jacob Pray mulai dari pedalaman Irian Jaya hingga ke luar
negeri. Bentuk komunikasi yang dilakukan adalah dengan mengirimkan surat
melalui kurir melintasi perbatasan untuk menginformasikan berbagai peristiwa
dan keadaan yang terjadi di Irian Jaya pada umumnya dan khususnya keadaan di
Jayapura.
Aser
Demotekay mendirikan atau membuat aktivitas ini atas 2 (dua) alasan pokok,
yaitu:
1.
Menurut pesan-pesan spiritual bahwa pada masa mendatang Irian Jaya harus
mencapai kemerdekaannya sebagai bangsa yang terakhir dan
menuju kepada akhir dari jaman ini.
menuju kepada akhir dari jaman ini.
2.
Bahwa sebagai bangsa Papua yang persoalannya dipersengketakan antara Belanda
dan Indonesia tanpa melibatkan bangsa Papua itu sendiri adalah tidak Adil, maka bansa Papua harus diberikan kesempatan untuk merdeka
lepas dari Indonesia dan untuk itu dipersiapkan oleh pemerintah Indonesia.
Makna melibatkan bangsa Papua adalah dengan melibatkan anggota Nieuw Guinea
Raad sebagai wakil bangsa Papua.
Faksi
yang kedua didirikan di Manokwari pada tahun 1964 dibawah pimpinan Terianus
Aronggear (SE) yang pada mulanya bergerak dibawah tanah untuk menyusun kekuatan
melawan pemerintah Indonesia baik secara politik maupun secara fisik
bersenjata. Kegiatan ini diberi nama "Organisasi Perjuangan Menuju
Kemerdekaan Negara Papua Barat", yang kemudian lebih dikenal dengan nama
OPM.
Sebagai
ketua umum organisasi tersebut, Terianus Aronggear (SE) menyusun suatu dokumen
perjuangan yang ingin diselundupkan ke badan PBB di New York untuk menanyakan
tentang status Irian Jaya dan meminta meninjau kembali persetujuan New York 15
Agustus 1962. Persetujuan ini dinilai tidak adil sebab tidak melibatkan wakil
bangsa Papua dalam perundingan itu sebagai pihak yang dipersengketakan. Juga
dokumen itu berisi suatu rancangan tentang kemerdekaan Negara Papua Barat
dengan susunan Kabinetnya. Rancangan Kabinet dan dokumen yang disusun untuk
dikirim ke PBB itu terlebih dahulu dikirim ke Negeri Belanda untuk mendapatkan
persetujuan dari markus Kaisiepo dan Nicolaas Jouwe dan tokoh-tokoh Papua
lainnya di Negeri Belanda seperti: A. J. F. Marey, Ben Tanggahma, Saul Hindom,
Fred Korwa, James Manusawai, B. Kafiar, Semuel Asmuruf dan lain-lain serta
Herman Womsiwor yang berdomisili di Jepang. Namun sebelum dokumen itu
diserahkan Terianus Aronggear (SE) kepada Hendrik Joku di Jayapura untuk
selanjutnya diselundupkan keluar negeri melalui perbatasan ke Papua New Guinea,
Terianus Aronggear (SE) ditangkap di Biak pada tanggal 12 Mei 1965. Ia dikirim
kembali ke Manokwari lalu dimasukan kedalam sel tahanan dan mengalami proses
pemeriksaan oleh pihak keamanan. Melalui pemeriksaan tersebut maka seluruh
dokumen disita, kegiatan ini terbongkar dan penangkapan terhadap para anggota organisasi
dilakukan. Hendrik Joku, setelah mendengar berita tentang tertangkapnya
Terianus Aronggear (SE), melarikan diri ke Papua New Guinea dan
menginformasikan berita itu ke Negeri Belanda kepada Markus Kaisiepo dan
Nicolaas Jouwe. Dokumen itu antara lain juga berisi permintaan agar PBB segera
membuka sidang umum agar membahas kembali masalah Irian Jaya, dan menyetujui
dan mendukung kemerdekaan bagi bangsa Papua Barat (West Papua) sebagai suatu
bangsa dan Negara yang berdaulat yang berdiri sendiri.
Setelah
Terianus Aronggera (SE) dan kawan-kawannya Horota, Taran, Watofa tertangkap
maka Permenas Ferry Awom dan kawan-kawannya yang bekas PVK melakukan suatu
pemberontakan bersenjata di Manokwari secara besar-besaran dengan mulai
menyerang kaserme/asrama militer (ex. PVK) di Arfai pada tanggal 28 Juli 1965.
Kegiatan pemberontakan yang dilakukan OPM itu menimbulkan berbagai gangguan
terhadap keamanan dan ketertiban di wilayah Irian Jaya dan juga ikut
mengacaukan keadaan sehingga pada masa Acub Zainal menjadi Panglima Komando
Daerah Militer (KODAM) XVII Cenderawasih yang ke-V pada tahun 1970-1973
mengubah dan memberikan nama Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) dan Gerakan
Pengacau Liar (GPL) kepada OPM.
Menurut
Victor Kaisiepo, OPM itu lahir dari faksi perjuangan yang ada dan dibentuk di
Irian Jaya/Papua Barat. Faksi-faksi itulah yang mengirimkan berita/informasi
kepada pemimpin Papua yang memilih ikut Belanda ke negeri Belanda agar
sama-sama berjuang untuk kemerdekaan Papua Barat. Semula Markus Kaisiepo dan
Nicolaas Jouwe ragu-ragu terhadap perjuangan untuk kemerdekaan Papua. Namun
setelah mendapatkan informasi tentang perjuangan di Irian Jaya, maka mereka
mulai menyusun rencana perjuangan baik politik maupun militer untuk mendukung
aktivitas atau perjuangan kemerdekaan di Irian Jaya yang dilakukan oleh OPM.
Mereka juga memutuskan untuk menggunakan nama OPM sebagai suatu nama kesatuan
dalam perjuangan Bangsa Papua Barat (West Papua).
Jelaslah
bahwa OPM itu lahir dan dibentuk di Irian Jaya, dikenal dan disebarkan khususnya
oleh faksi pimpinan Terianus Aronggera (SE) di Manokwari. Jadi dapat dikatakan
bahwa fakta tentang lahirnya OPM itu sudah terungkap sehingga menghilangkan
berbagai spekulasi selama ini. Berbagai spekulasi yang muncul selama ini
misalnya oleh pemerintah Indonesia bahwa OPM itu dibentuk oleh Belanda dengan
tokoh-tokohnya yakni Markus Kaisiepo, Nicolaas Jouwe dan kawan-kawan. Atau OPM
itu lahir di pedalaman Irian Jaya melalui berbagai kegiatan pemberontakan.
Mengenai Bendera, OPM dipimpin Terianus Aronggera (SE) tetap menggunakan bendera Papua rancangan Mr. De Rijke yang dikibarkan pertama kali pada tanggal 1 November 1961 sedangkan OPM pimpinan Aser Demotekay merancang suatu bendera baru.
Selanjutnya
berdasarkan dengan hasil wawancara dengan beberapa tokoh OPM baik didalam dan
diluar Negeri maka diperoleh sebab-sebab pemberontakan sebagai berikut:
*
Rasa Nasionalisme Papua, senasib dan seperjuangan untuk berjuang bagi
kemerdekaan bangsa dan negara Papua Barat (West Papua).
*
Hendak meningkatkan dan mewujudkan janji Belanda yang tidak sempat direalisir
akibat Integrasi dengan Indonesia secara Paksa dan Tidak Adil.
* Persetujuan politik antara Belanda dan Indonesia yang melahirkan perjanjian New York 1962 itu tidak melibatkan bangsa Papua (Wakilnya) sebagai bangsa dan tanah air yang dipersengketakan.
* Persetujuan politik antara Belanda dan Indonesia yang melahirkan perjanjian New York 1962 itu tidak melibatkan bangsa Papua (Wakilnya) sebagai bangsa dan tanah air yang dipersengketakan.
*
Latar belakang sejarah yang berbeda antara rakyat Papua Barat dan bangsa
Indonesia.
*
Masih terdapat perbedaan Sosial, Ekonomi dan Politik antara bangsa Papua dan
Bangsa Indonesia.
*
Tereksploitasi hasil dari Papua Barat yang dilakukan secara besar-besaran untuk
bangsa Indonesia, sedangkan rakyat Papua Barat tetap miskin dan terbelakang.
* Tekanan terhadap rakyat Papua yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sejak awal Integrasi hingga saat ini.
* Tekanan terhadap rakyat Papua yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sejak awal Integrasi hingga saat ini.
*
Hendak mewujudkan cita-cita dari gerakan Cargo, yaitu suatu bangsa dan Papua
Barat yang Makmur di akhir Jaman.
Dari
berbagai alasan atau sebab-sebab pemberontakan OPM sebagaimana diuraikan
diatas, maka disimpulkan bahwa pemberontakan OPM di Irian Jaya terjadi karena
"Ketidakpuasan terhadap keadaan, kekecewaan, dan telah tumbuh suatu kesadaran
Nasionalisme Papua Barat".
Ketidakpuasan
terhadap keadaan ekonomi yang buruk pada awal integrasi dan terutama pada
tahun-tahun 1964 , 1965 dan 1966 dan juga terhadap sikap aparat pemerintah dan
Keamanan yang tidak terpuji. Juga tidak puas terhadap sikap memandang rendah
atau sikap menghina orang Irian yang sering sengaja ataupun tidak sengaja
menggeneralisir keadaan suatu suku dengan suku-suku lainnya seperti: Pakai
Koteka`, "masih biadab", "Goblok, Jorok", dan lain
sebagainya dimana pada masa pemerintahan Belanda ungkapan-ungkapan demikian
tidak pernah atau dengan mudah diucapkan kepada orang Irian.(bersambung )
( Ketua Umum PNWP, Bucthar Tabuni)
0 komentar:
Posting Komentar