Para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam Pacific Islands Forum (PIF) berfoto di Apia, Samoa, pada 9 September mengakhiri KTT ke-48 yang berlangsung 5-9 September 2017 (Foto: Ist) |
APIA, SAMOA, SATUHARAPAN.COM - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-48 Pacific Islands Forum (PIF) di Samoa yang berakhir pada 9 September, mengeluarkan komunike bersama berisi 57 butir pernyataan. Salah satu butir dan merupakan satu-satunya yang menyangkut Papua ada pada butir ke 37, yang menyebut dukungan PIF terhadap upaya dialog konstruktif dengan Indonesia terkait masalah pemilihan umum dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua.
"Para pemimpin (PIF) mengakui keterlibatan konstruktif oleh negara-negara anggota PIF dengan Indonesia mengenai pemilihan (Pilkada) dan hak asasi manusia di Papua Barat dan Papua dan untuk melanjutkan dialog secara terbuka dan konstruktif," demikian bunyi komunike tersebut.
Masuknya dan tetap dipertahankannya isu Papua dalam komunike KTT ke-48 ini dapat membawa interpretasi tertentu pada berbagai pihak. Di satu sisi, nadanya yang positif dan lebih lunak oleh pihak Indonesia dapat diinterpretasikan sebagai kemajuan dalam diplomasi RI mendekati negara-negara Pasifik yang selama ini sangat kritis terhadap pelanggaran HAM di Papua. Di sisi lain, bagi pihak-pihak yang pro penentuan nasib sendiri bagi Papua, seperti United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), hal ini juga dianggap sebagai 'kemenangan.' Tetap bertahannya isu Papua dalam agenda PIF menandakan masih eksisnya masalah ini di panggung diplomasi internasional. Apalagi tujuh negara Pasifik, yaitu Nauru, Solomon Islands, Marshall Islands, Vanuatu, Tonga, Tuvalu dan Palau, sudah pernah mengangkat isu ini pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Delegasi Indonesia sempat menunjukkan kekesalan ketika ada upaya dari sejumlah negara anggota PIF mengangkat isu Papua dalam KTT ini. RI berpendapat PIF seharusnya berfokus pada tema utama PIF yaitu mengenai Blue Pacific.
"Komunitas Pasifik harus berpatokan pada agenda utama konferensi yaitu Blue Pacific. Semuanya harus terkait dengan itu," kata Duta Besar RI untuk Selandia Baru, Samoa dan Tonga, Tantowi Yahya, dikutip dari Samoa Observer.
Sementara itu di luar arena KTT, sejumlah warga Samoa berunjuk rasa menyuarakan dukungan atas penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua. Aksi ini mendapat kecaman dari delegasi RI.
Masuknya isu Papua dalam komunike bersama PIF sesungguhnya bukan hal baru. Pelanggaran HAM di Papua telah menjadi salah satu isu PIF sejak pertemuan ke-32 PIF pada tahun 2001. Adalah Republik Nauru yang pertama kali mengangkat isu ini ketika itu, saat Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat masih bernama Irian Jaya. Sejak itu isu pelanggaran HAM di Papua terdaftar dalam agenda PIF.
Pada tahun 2015 ketika KTT PIF dilangsungkan di Papua Nugini, komunike bersama PIF menyerukan agar ketua PIF yang kala itu dijabat presiden Papua Nugini, menyampaikan keprihatinan PIF atas pelanggaran HAM di Papua kepada pemerintah RI. Ketua PIF juga diminta untuk membicarakan pembentukan misi pencari fakta ke Papua.
Selanjutnya, komunike bersama PIF di Pohnpei, Federated States of Micronesia tahun lalu (2016) bersuara lebih lunak. Kendati komunike itu mengatakan bahwa isu Papua tetap berada dalam agenda PIF, komunike ini menyerukan perlunya dialog terbuka dengan pemerintah RI terkait dengan tuduhan pelanggaran HAM di Papua.
Komunike bersama PIF tahun ini di Samoa terkait isu Papua kurang lebih sama dengan komunike tahun lalu yang menekankan pentingnya dialog konstruktif dengan Indonesia terkait isu Papua. Pada KTT ini, delegasi RI yang memiliki status sebagai mitra dialog PIF, mengklaim telah menyampaikan undangan kepada Sekjen PIF untuk mengunjungi Papua dalam rangka menyaksikan proses pemilihan umum di Papua.
Dalam rangkaian KTT, PIF mengeluarkan laporan tahunan yang berjudul State of Regionalism Report 2017. Namun dalam laporan tersebut sama sekali tidak ada pembahasan pelanggaran HAM di Papua.
KTT ke-48 PIF di Samoa dihadiri oleh kepala-kepala negara, pemerintahan dan teritori Australia, Cook Islands, Republik Federasi Micronesia, French Polynesia, Republik Kiribati, Republik Marshall Islands, Republik Nauru, New Caledonia, Papua Nugini, Samoa, Solomon Islands, Tonga, Tuvalu and Vanuatu. Sementara itu Republik Palau diwakili oleh Wakil Presidennya, Republik Fiji diwakili oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan Nasional, Selandia Baru diwakili oleh Menteri Luar Negeri dan Niue di wakili oleh Menreri Layanan Sosial.
Komunike itu juga menyebut bahwa tuan rumah KTT ke-49 PIF tahun depan adalah Republik Nauru.
Editor : Eben E. Siadari
0 komentar:
Posting Komentar