Suasana sidang PBB di Geneva. (IST - SP) |
Respon pertama datang dari Amerika Serikat yang menyambut baik laporan delegasi Indonesia.
“Kami menghargai kemajuan yang dicapai Indonesia dalam penegakan HAM
dan hak dasar, serta dalam memerangi korupsi dan mempromosikan tata
pemerintahan yang baik,” kata Jessica Carl.
Tiga hal inilah rekomendasi Amerika untuk Indonesia.
Pertama, mengakhiri semua tuntutan pelanggaran di bawah Pasal 156 dan 156a KUHP mengenai kebebasan beragama dan berekspresi.
Kedua, mengakhiri semua tuntutan pelanggaran di bawah Pasal
106 dan 110 KUHP mengenai kebebasan berekspresi dan berkumpul secara
damai.
Ketiga, secara menyeluruh dan transparan, menginvestigasi pelanggaran HAM masa lalu.
Amerika Serikat menurut Jessica, mencatat satu keprihatinan atas
kegagalan pemerintah Indonesia untuk mempublikasikan dan menegakkan
kerangka kerja akuntabilitas menyeluruh terhadap pelanggaran HAM yang
dilakukan militer dan polisi Indonesia.
“Kami juga mencatat kegagalan pemerintah dalam melindungi anggota
dari kelompok-kelompok keagamaan minoritas. Kami menghimbau pemerintah
Indonesia untuk mengakhiri pembatasan terhadap kebebasan beragama.”
Lanjut Jessica, “Kami juga sangat prihatin dengan pembatasan
kebebasan untuk berbicara dan berkumpul secara damai termasuk di
provinsi Papua dan Papua Barat di mana telah terjadi penangkapan
besar-besaran terhadap demonstrasi atau aksi-aksi yang dilakukan secara
damai, juga pembatasan terhadap simbol-simbol lokal. Terimakasih, Tuan
Wakil Presiden.”
Gunnar Schneider dari Jerman, mengatakan, pihaknya menyambut baik
delegasi Indonesia dan mengucapkan terimakasih atas laporan yang
disampaikan oleh dua menteri. “Kami menghargai kemajuan Indonesia di
berbagai biang, termasuk di Papua dan Papua Barat.
Jerman menyampaikan empat rekomendasi. Pertama, Mencabut pasal 106 dan 110 KHUP yang membatasi kebebasan berekspresi.
Kedua, meninjau kembali peraturan dan hukum nasional serta
lokal termasuk Perda-perda untuk menjamin kebebasan beragama dan
berkepercayaan dihormati secara universal.
Ketiga, memperbaiki pelatihan dan pendidikan administrasi
polisi dan otoritas lokal lain untuk menjamin agar kebebasan untuk
berkumpul dihormati secara universal, termasuk di provinsi Papua dan
Papua Barat.
Keempat, melakukan moratorium atas pelaksanaan hukuman mati dengan tindak lanjut untuk menghentikannya.
“Kami mengharapkan Indonesia sukses dengan UPR-nya dan terimakasih Tuan Wakil Presiden,” Gunnar mengakhiri.
Negara Australia melalui Tanya Bennett, sembari menyambut baik
komitmen Indonesia untuk melakukan pembangunan ekonomi di provinsi Papua
dan Papua Barat, meminta penyelesaian kasus-kasus HAM di West Papua.
“Merekomendasikan Indonesia untuk menyelesaikan investigasi semua kasus pelanggaran HAM di Papua,” ucap Bennett.
“Australia juga merekomendasikan agar Indonesia mengintensifkan
seluruh usaha untuk menghormati dan menegakkan kebebasan berekspresi dan
beragama serta berkepercayaan dan mencegah diskriminasi berdasarkan apa
pun termasuk orientasi seksual dan identitas gender,” tandasnya.
Karl Prummer dari Austria, “Kami menghargai usaha-usaha pemerintah
untuk melaksanakan rekomendasi yang telah diterima pada forum tinjauan
yang terdahulu seperti meningkatkan standar umur untuk proses kriminal
dan inisiatif untuk memerangi sunat perempuan.”
Lanjut Karl, “Beberapa isu yang harus menjadi perhatian adalah
pembatasan atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, kurangnya
akuntabilitas (pertanggungjawaban) atas kasus-kasus pelanggaran HAM oleh
aparat keamanan di Papua dan kekerasan terhadap perempuan.”
Respon tegas disuarakan negara Selandia Baru di forum terhormat ini.
“Selandia Baru merekomendasikan agar kewajiban Indonesia atas hak-hak
asasi manusia di Papua ditegakkan, dihormati dan ditingkatkan, termasuk
kebebasan untuk berkumpul, kebebasan pers dan hak-hak perempuan dan hak
minoritas,” ujar Jilian Dempster.
Rekomendasi dari Meksiko, yaitu Indonesia mengundang Pelapor Khusus
bidang Hak Masyarakat Asli untuk mengunjungi Indonesia, termasuk ke
Papua, sejalan dengan keterbukaan Indonesia untuk bekerjasama dengan
prosedur-prosedur khusus.
Rekomendasi berikut, Meksiko menghendaki Indonesia untuk mengadopsi
hukum untuk melarang diskriminasi dalam segala bentuknya sejalan dengan
standar HAM internasional.
Terakhir, Indonesia harus mengadopsi aturan-aturan hukum untuk
mencegah dan memberantas intimisasi, represi dan kekerasan terhadap
pembela HAM, jurnalis, dan organisasi masyarakat sipil.
Selain itu, Jepang dalam rekomendasinya meminta Indonesia segera
menghentikan pelanggaran HAM oleh aparat militer dan kepolisian di
Papua. Juga, segera menghentikan impunitas terhadap pelanggaran HAM yang
berlaku di Papua.
Rekomendasi negara Kanada di forum ini meminta Indonesia mengambil
langkah, terutama di Papua, untuk meningkatkan perlindungan bagi pembela
HAM dalam melawan stigmatisasi, intimidasi dan serangan. Indonesia juga
harus mengambil langkah untuk menjamin penghormatan terhadap kebebasan
berekspresi dan demonstrasi damai, termasuk melalui peninjauan terhadap
peraturan yang dapat digunakan untuk membatasi ekspresi politik,
khususnya pasal 106 dan 110 dari KUHP.
Isi rekomendasi berikut dari Kanada, bahwa Indonesia segera membebaskan warga tahanan akibat kegiatan politik secara damai.
Sementara rekomendasi dari Perancis, meminta Indonesia melakukan
investigasi independen terhadap kekerasan yang terjadi atas para pembela
HAM dan membawa pihak yang bertanggungjawab ke pengadilan serta
menjamin kebebasan berekspresi.
Perancis juga menegaskan perlunya kebebasan akses pers maupun
masyarakat sipil ke Papua. Dan, mancis mendesak Indonesia membebaskan
jurnalis untuk melakukan liputan ke Papua.
Tak kecuali Korea Selatan, menyinggung Papua dalam rekomendasinya,
bahwa Indonesia diminta meningkatkan perlindungan kepada pembela HAM
dalam upaya meningkatkan kondisi HAM kelompok etnis dan agama di wilayah
tertentu, termasuk di Papua.
Tanggapan Indonesia
Retno L.P Marsudi, Menteri Luar Negeri Indonesia, berkesempatan menjawab tanggapan-tanggapan negara anggota PBB.
“Terimakasih banyak, Tuan Wakil Presiden dan seluruh delegasi atas
pernyataan, pertanyaan, komentar dan rekomendasinya. Terimakasih atas
dorongan dan pengakuan atas kemajuan penegakan HAM di Indonesia. Kami
akan mempertimbangkan masukan-masukan Anda sekalian,” ucapnya mengawali.
Menlu kemudian menanggapi beberapa tema HAM yang telah disinggung
oleh delegasi negara lain. “Isu ketiga yang ingin saya tanggapi adalah
mengenai kemajuan dan penghormatan HAM di Papua dan dugaan pelanggaran
HAM di masa lalu,” kata Retno.
Ia di hadapan para delegasi dan Dewan HAM PBB menggarisbawahi dengan
tegas bahwa provinsi Papua dan Papua Barat adalah dua provinsi di
Indonesia, yang secara resmi bagian integral dari NKRI.
Lanjut Menlu, Pemerintah Indonesia sangat mengapresiasi dukungan dan masukan dari komunitas internasional untuk perbaikan Papua.
“Saya ingin menyoroti beberapa rekomendasi di siklus kedua yang
diterima dan didukung oleh pemerintah Indonesia saat itu, tahun 2012,
terutama isu yang berkaitan dengan akses wartawan asing ke kedua
provinsi ini. Isu ini sekarang telah dipecahkan oleh pemerintah
Indonesia. Pemerintah Indonesia telah menyederhanakan prosedur untuk
wartawan asing, termasuk untuk ke Papua. Sebagai hasilnya, jumlah
wartawan yang mengunjungi Papua telah meningkat. Seperti yang saya
katakan di pidato pembukaan saya, jumlah kunjungan wartawan asing ke
Papua meningkat lebih dari 41% di tahun 2015, dibanding tahun 2014.
Hingga April 2017, kami menerima 8 permintaan wartawan asing untuk
kunjungan ke Papua dan semua permintaan ini dikabulkan,” ungkapnya.
Menlu juga menyinggung tentang UU No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus
Papua dan UU No. 35/2008 tentang provinsi Papua Barat yang kini
dilaksanakan untuk meningkatkan tata pemerintahan lokal yang efektif dan
pembangunan di kedua provinsi.
“Di bawah kerangka Otonomi Khusus, dua provinsi itu diperintah dan
diurus oleh pemerintah lokal yang dipimpin oleh orang Papua sendiri.
Mereka dipilih secara demokratis oleh penduduk dua provinsi itu melalui
sebuah pemilihan yang terbuka, transparan, bebas dan adil.”
Lanjut Menlu, dalam kerangka Otsus, provinsi Papua dan Papua Barat
juga terus menerima jumlah anggaran paling besar, dibanding
provinsi-provinsi lain di Indonesia. “Jumlah dana Otonomi Khusus yang
telah diberikan ke provinsi Papua dan Papua Barat sejak pelaksanaan UU
No. 21/2001 adalah 69,71 triliun rupiah atau setara dengan 2.5 milyar
dollar Amerika, jumlah yang sangat besar dibanding provinsi lain yang
juga menerima status Otonomi Khusus.”
Retno mengatakan, dalam pidato pembukaannya, ia telah menyatakan
mengenai tindak lanjut dugaan pelanggaran HAM di Papua. Khusus kasus
Wasior dan Wamena, kata dia, Kejaksaan Agung sedang mempersiapkan proses
pengadilan di Pengadilan HAM tetap di Makassar. Untuk kasus Paniai,
Komnas HAM telah melakukan investigasi resmi untuk kemudian diproses di
Kejaksaan Agung.
“Mengenai dugaan pelanggaran HAM pada masa lalu, ijinkanlah saya Tuan
Wakil Presiden untuk menyatakan kembali komitmen pemerintah Indonesia
untuk menyelesaikan kasus-kasus itu. Penyelesaian kasus-kasus HAM masa
lalu bukanlah tugas yang mudah. Namun begitu, pemerintah Indonesia terus
membuka saluran-saluran untuk menyelesaikan kasus-kasus itu, seperti
menciptakan badan khusus beranggotakan wakil-wakil dari berbagai lembaga
pemerintah, aparat penegak hukum dan wakil-wakil lembaga HAM.
Meneruskan diskusi ahli maupun publik yang melibatkan berbagai pihak,
kami akan melaporkan perkembangan dari proses ini kepada saudara-saudara
sekalian,” ungkap Menlu.
Terkait HAM Papua, beberapa negara: Meksiko, Belgia, Belanda, Jerman, Swiss, Norwegia dan Britania Raya (lihat di sini), telah menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tertulis yang diajukan kepada Indonesia di sesi ke-27 UPR.
REDAKSI
0 komentar:
Posting Komentar