Pernyataan 75 Imam Katolik Tanah Papua Diapresiasi - Suara Wiyaimana Papua
Headlines News :

.

.
Home » , , » Pernyataan 75 Imam Katolik Tanah Papua Diapresiasi

Pernyataan 75 Imam Katolik Tanah Papua Diapresiasi

Written By Suara Wiyaimana Papua on Minggu, 19 Juli 2015 | Minggu, Juli 19, 2015

Para Imam Katolik di Tanah Papua. Foto: Ist
Jayapura, MAJALAH  SELANGKAH -- Sebanyak 75 imam katolik dari lima keuskupan di Papua meminta pemerintah mengatasi dan mencegah terulangnya kekerasan di Tanah Papua pada masa depan dan mengutamakan dialog sebagai sarana terbaik menemukan solusi atas persoalan di Tanah Papua.
Pernyataan yang diterima majalahselangkah.com, Rabu (15/7/15) kemarin,  terdiri dari 8 poin dan telah ditandatangani oleh Unio Keuskupan Agung Merauke Romo Diosisan (RD) Niko Jumari JK, Unio Keuskupan Agats Unio Keuskupan Timika RD. Abraham Nusmese, Unio Keuskupan RD. Dominikus Dulione Hodo, Unio Keuskupan Manokwari-Sorong, Unio Keuskupan Jayapura RD. Izaak Bame dan Unio Keuskupan RD Neles Tebay.
Berikut delapan poin pernyataan tersebut.

Pertama, Pemerintah berhasil membangun gedung-gedung sekolah, baik untuk Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Umum (SMU), dari kota hingga kampung-kampung terpencil dan terisolir. Sekalipun demikian, kami sungguh merasa prihatin dengan situasi pendidikan di mana pembangunan gedung sekolah kurang diikuti oleh proses belajar-mengajar di ruang kelas. 
Secara jujur kami mengakui bahwa proses pendidikan dari tingkat SD hingga SMU, terutama yang berada di kampung-kampung yang mayoritas muridnya adalah orang Papua, tidak berjalan lancar. Anak-anak asli Papua sangat kurang mendapatkan pelajaran yang menjadi haknya oleh karena kelalaian dari para guru. Banyak anak asli Papua diluluskan dari ujian SD, sekalipun tidak bisa membaca dan menulis. Kami sedih karena hal ini sudah terjadi selama bertahun-tahun. Dan kami tidak bisa menerima situasi dan kenyataan ini, karena jelas-jelas merupakan pembiaran, penipuan, pembodohan, dan pembunuhan karakter.

Kedua, Kami menyaksikan pemerintah berhasil mendirikan banyak gedung untuk pelayanan kesehatan di berbagai tempat, termasuk kampung-kampung terisolir. Sekalipun demikian, kami mengamati bahwa kondisi kesehatan yang dialami rakyat Papua amat sangat memprihatinkan. Sambil mengakui adanya banyak masalah di bidang kesehatan, kami sungguh prihatin dengan penyebaran HIV dan AIDS, minuman keras (miras), narkoba, yang tetap dan terus mengancam eksistensi orang asli Papua.
Ketiga, dalam masa Otonomi Khusus ini, dibuat sejumlah pemekaran Kabupaten. Banyak orang menjadi pejabat. Kami secara khusus berbangga terhadap semua pejabat orang asli Papua yang menjadi pimpinan daerah seperti bupati dan gubernur serta pejabat-pejabat di berbagai instansi pemerintahan. Kami menaruh harapan yang lebih kepada mereka agar membuat program yang kena sasaran sesuai keadaan rakyat dan mampu menjadi teladan serta memberikan contoh yang baik kepada para pegawai lainnya.
Keempat, Kami melihat adanya ketidakadilan ekonomi, sosial, budaya, dan politik di Tanah Papua. Kami merasa prihatin dengan berbagai tindakan kekerasan yang terjadi di Bumi Cenderawasih. Kekerasan dibalas dengan kekerasan. Dan bahwa semua kekerasan ini menghambat pembangunan, mengusik perdamaian, dan melukai hati dan batin banyak orang.
Kelima. Kami menyaksikan bahwa hak-hak dasar masyarakat adat Papua kurang dihargai dan lingkungan hidup yang diciptakan Tuhan dihancurkan demi pembangunan dan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA).
Keenam, Kami menyaksikan berbagai bentuk pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia (HAM), seperti yang terjadi di Enarotali , Kabupaten Paniai, tanggal 8 Desember 2014, di mana empat orang tewas tertembak dan 17 orang menderita luka tembak.Martabat kemanusiaan tidak dihargai. Hak-hak kewarganegaraan tidak dihormati, sekalipun dijamin oleh Konstitusi.
Ketujuh, kami menyaksikan bahwa kecurigaan dan ketidakpercayaan mewarnai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan orang Asli Papua, antara aparat keamanan TNI-Polri dan rakyat Papua, antara orang asli Papua dan warga Papua yang berasal dari luar Tanah Papua. Kami mengamati dan merasakan bahwa jumlah penduduk yang masuk ke Tanah Papua semakin hari semakin tinggi. 
Mereka berasal provinsi dan kelompok etnis yang berbeda dan menetap di semua ibu kota kabupaten di seluruh tanah Papua. Jumlah mereka bertambah secara cepat, maka apabila Pemerintah Daerah tidak melakukan pengendalian kependudukan, maka jumlah warga Papua yang datang dari luar Tanah Papua melampaui jumlah orang asli Papua, seperti yang sudah terjadi di Kota Jayapura, Merauke, Timika, Nabire, Manokwari, dan Sorong. Mobilisasi penduduk yang tak terkendali ini akan mempengaruhi komposisi penduduk Tanah Papua, yang membuat orang asli Papua menjadi minoritas di atas tanah leluhurnya, dan berdampak pada kehidupan politik.

Kedelapan, kami mengamati bahwa hukum tidak ditegakkan secara tegas di Bumi Cenderawasih. Pengalaman memperlihatkan bahwa hukum dalam penerapannya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Kami merasa heran karena pegawai yang meninggalkan tempat tugas bertahun-tahun lamanya tidak pernah diberikan sanksi apa pun.
Apresiasi 

Amandus, seorang tokoh Katolik dari Dogiyai mengapresiasi pernyataan para imam ini. 
"Saya tokoh katolik. Para pastor bicara benar. Itu yang terjadi di tanah kami. Kami minta Jakarta buka diri untuk dialog tetapi tidak pernah. Sekarang gereja harus bicara," kata dia. 
Ketua Dewan Adat Meepago, Oktopianus Pekey menilai apa yang dilakukan para imam katolik adalah terobosan baru dalam tanggapi persoalan di tanah Papua. 
"Terobosan baru, karena selama ini Orang Papua menunggu kapan Gereja Katolik berbicara atas berbagai persoalan di Papua yang tentu merupakan penderitaan umat," kata Pekey. 

Matias, seorang Diakon Katolik di Nabire menilai, apa yang dilakukan para imam ini adalah yang seharusnya gereja lakukan. "Gereja harus bersuara atas kondisi umatnya. Saya kira hal ini terus harus dilakukan," kata Matias. ( Joni Yohanes Pekei/ Admin/MS)

Share this article :

0 komentar:

.

.

Pray For West Papua

Pray For West Papua

MELANESIANS IN WEST PAPUA

MELANESIANS IN WEST PAPUA

BIARKAN SENDIRI BERKIBAR

BIARKAN SENDIRI BERKIBAR

GOOGLE FOLLOWER

Traslate By Your Language

WEST PAPUA FREEDOM FIGHTER

WEST PAPUA

WEST PAPUA

VISITORS

Flag Counter
 
Support : WEST PAPUA | WEDAUMA | SUARA WIYAIMANA
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. Suara Wiyaimana Papua - All Rights Reserved
Template Design by WIYAIPAI Published by SUARA WIYAIMANA