Pembakaran beberapa bangunan yang dilakukan warga Karubaga, Tolikara - twitter.com |
Jayapura, Jubi – Kordinator Jaringan Damai Papua (JDP) Pastor Neles Tebay sangat menghargai sejumlah tanggapan positif dan negatif yang datang dari seantero nusantara atas peristiwa penembakan dan pembakaran Mushola 17 Juli 2015 lalu.
“Kami menghargai semua tanggapan ini, karena hal ini memperlihatkan adanya perhatian dan simpati yang luar biasa terhadap kehidupan umat beragama di Tanah Papua,” ungkap Rohaniwan Katolik, Neles di Abepura, kota Jayapura, Papua, Rabu (23/7/2015).
Guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan oleh semua pihak, pasca reaksi dan komentar melalui media mainstream dan sosial media, Pastor Neles Tebay, mengharapkan kepada sesama anak bangsa di seluruh nusantara agar mendoakan keselamatan dan perdamaian bagi semua penduduk di Kabupaten Tolikara dan di seluruh Tanah Papua.
“Janganlah pertentangkan kami dalam doamu, dengan memohon kepada Allah perlindungan dan keselamatan bagi satu kelompok dan kutukan bagi kelompok yang lain,” ujar Pater Neles.
Menurutnya, tidak ada pihak yang bergembira atas penderitaan sesama umat di Tolikara. Semua prihatin dan menyesali peristiwa itu.
“Kami tahu bahwa perdamaian tidak akan tercipta sendiri. Perdamaian menuntut kerja cerdas dan keterlibatan dari semua pihak, baik secara individu maupun secara kolektif,” lanjutnya.
Ia juga meminta semua pihak mendukung pihak Kepolisian dan Komnas HAM melakukan investigasi di Tolikara untuk menemukan fakta sebenarnya yang terjadi di lapangan tanggal 17 Juli 2015.
Investigasi, menurutnya, dapat memperjelas sejumlah hal yang janggal dan tidak jelas, bahwa apakah mushola itu dibakar atau terbakar? Kalau dibakar, siapa pelakunya dan apa motivasi dan tujuan dari pembakaran terhadap mushola tersebut? Apa penyebab utama yang mendorong pembakaran kios dan rumah? Apa penyebab dari penembakan yang dilakukan terhadap warga sipil?
Katanya, kebenaran informasi yang disampaikan POLRI dan Komnas HAM sangat penting dan berguna karena hanya informasi yang benar dapat membantu melihat masalah secara jernih dan memperoleh pemahaman yang benar tentang peristiwa Tolikara. Hal ini pada gilirannya akan membantu untuk secara bersama membangun perdamaian yang diidamkan oleh setiap dan semua orang, bukan hanya di Tolikara tetapi di seluruh Tanah Papua.
Majelis Ulama Indonesia Provinsi Papua mengatakan tolerasi umat beragama masih sangat kuat di Papua. Orang luar jangan anggap Papua tidak toleran karena insiden Karubaga, kabupaten Tolikara, Jumat (17/7).
”Peristiwa Tolikara itu sangat kasuistik,” ungkap Ketua MUI Provinsi Papua, KH. Saiful Islam AL Payage, S.HI dalam keterangan persnya kepada awak media di Kota Raja, Kota Jayapura, Papua, Sabtu (18/7).
Kata Payage, peristiwa kasuistik ini tidak dijadikan alasan umat muslim luar Papua terprovokasi dan mobilisasi untuk melakukan kekerasan atas nama “jihad” sebagaimana isu yang berkembang di media sosial.
Kata dia, semua proses penyelesaian diserahkan kepada pihak berwenang melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap pelanggar hukum. Pelanggar hukum harus bertanggung jawab atas tindakannya. (Mawel Benny)
Guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan oleh semua pihak, pasca reaksi dan komentar melalui media mainstream dan sosial media, Pastor Neles Tebay, mengharapkan kepada sesama anak bangsa di seluruh nusantara agar mendoakan keselamatan dan perdamaian bagi semua penduduk di Kabupaten Tolikara dan di seluruh Tanah Papua.
“Janganlah pertentangkan kami dalam doamu, dengan memohon kepada Allah perlindungan dan keselamatan bagi satu kelompok dan kutukan bagi kelompok yang lain,” ujar Pater Neles.
Menurutnya, tidak ada pihak yang bergembira atas penderitaan sesama umat di Tolikara. Semua prihatin dan menyesali peristiwa itu.
“Kami tahu bahwa perdamaian tidak akan tercipta sendiri. Perdamaian menuntut kerja cerdas dan keterlibatan dari semua pihak, baik secara individu maupun secara kolektif,” lanjutnya.
Ia juga meminta semua pihak mendukung pihak Kepolisian dan Komnas HAM melakukan investigasi di Tolikara untuk menemukan fakta sebenarnya yang terjadi di lapangan tanggal 17 Juli 2015.
Investigasi, menurutnya, dapat memperjelas sejumlah hal yang janggal dan tidak jelas, bahwa apakah mushola itu dibakar atau terbakar? Kalau dibakar, siapa pelakunya dan apa motivasi dan tujuan dari pembakaran terhadap mushola tersebut? Apa penyebab utama yang mendorong pembakaran kios dan rumah? Apa penyebab dari penembakan yang dilakukan terhadap warga sipil?
Katanya, kebenaran informasi yang disampaikan POLRI dan Komnas HAM sangat penting dan berguna karena hanya informasi yang benar dapat membantu melihat masalah secara jernih dan memperoleh pemahaman yang benar tentang peristiwa Tolikara. Hal ini pada gilirannya akan membantu untuk secara bersama membangun perdamaian yang diidamkan oleh setiap dan semua orang, bukan hanya di Tolikara tetapi di seluruh Tanah Papua.
Majelis Ulama Indonesia Provinsi Papua mengatakan tolerasi umat beragama masih sangat kuat di Papua. Orang luar jangan anggap Papua tidak toleran karena insiden Karubaga, kabupaten Tolikara, Jumat (17/7).
”Peristiwa Tolikara itu sangat kasuistik,” ungkap Ketua MUI Provinsi Papua, KH. Saiful Islam AL Payage, S.HI dalam keterangan persnya kepada awak media di Kota Raja, Kota Jayapura, Papua, Sabtu (18/7).
Kata Payage, peristiwa kasuistik ini tidak dijadikan alasan umat muslim luar Papua terprovokasi dan mobilisasi untuk melakukan kekerasan atas nama “jihad” sebagaimana isu yang berkembang di media sosial.
Kata dia, semua proses penyelesaian diserahkan kepada pihak berwenang melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap pelanggar hukum. Pelanggar hukum harus bertanggung jawab atas tindakannya. (Mawel Benny)
0 komentar:
Posting Komentar