Erimbo Enden Wanimbo bersama pasukannya di Hutan Pirime (Grab video, Jerry Omona) |
Jayapura, 6/7 (Jubi) – Jelang
Pemilu Presiden (Pilpres), Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi
Papua Merdeka (OPM) Pirime, Kabupaten Lanny Jaya dibawah pimpinan Panglima
Divisi VII Lapago, Erimbo Enden Wanimbo mengancam akan melakukan
penyerangan dalam kota di wilayah Pegunungan Tengah.
Penyerangan ini guna memboikot pesta demokrasi Indonesia
saat Pilpres (9/7) mendatang berlangsung. Erimbo mengatakan penyerangan
terhadap sejumlah obyek vital dan markas dari aparat keamanan, mulai dilakukan
pada hari ini, Minggu (6/7).
“Kami menyerukan untuk memboikot Pilpres, kami
hanya meminta referendum,” kata Erimbo kepada wartawan di Markasnya di Pirime,
Lanny Jaya, Sabtu (5/7).
Menurutnya, rencana penyerbuan berkaitan erat dengan
perjuangan TPN OPM dalam menuntut kemerdekaan bagi Papua. Selama ini, dikatakan
Erimbo, pemerintah Indonesia tak pernah memberikan kesempatan bagi Papua untuk
berkembang. Indonesia telah mengambil alam Papua dan mengeruk sumber daya alam
(SDA) yang maha dashyat serta hanya meninggalkan sedikit bagi mereka.
“Papua bukan milik Indonesia, Indonesia juga
melakukan pelanggaran HAM, mengambil tanah kami, merusak hutan kami, dan ini
saatnya, kami mau meminta itu semua, kami mau merdeka dan berdiri sendiri,”
ujarnya.
Persoalan pelanggaran HAM dimulai sejak pemerintah, kata
Erimbo, dan tentara memasuki wilayah pesisir dan pegunungan di Papua. Pada saat
bersamaan, dilaksanakan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) yang jauh dari adil
dan jujur.
“Orang Papua dibunuh pada waktu Pepera, kami tidak
bisa melawan, tapi sekarang, kami, dengan panah, akan melawan Indonesia dengan
senjata, kita akan lihat siapa yang menang,” tegasnya.
Pepera 1969 dilaksanakan sebagai bagian dari perjanjian
New York. Pepera digelar dalam tiga tahap. Pertama dilangsungkan konsultasi
dengan dewan kabupaten di Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera.
Kedua, pemilihan Dewan Musyawarah Pepera.
“Ketiga, pelaksanaan Pepera dari Merauke hingga
Jayapura. Hasil Pepera kemudian dibawa ke sidang umum PBB dan disetujui pada
tanggal 19 November 1969. “Pepera itu tidak sah. Kami menuntut referendum
ulang,” kata Erimbo lagi.
Erimbo adalah salah satu dari tiga ‘penguasa’ tentara
Papua Merdeka di Pegunungan Tengah. Dua lainnya yakni, Purom Wenda dan Goliath
Tabuni. Erimbo mengklaim sebagai pejuang muda yang memiliki ratusan prajurit di
daerah Pirime hingga Bolakme. Tentaranya memegang senjata otomatis dan kerap
mengganggu sejumlah pos militer.
Aksi besar yang dilakukan Erimbo bersama anak buahnya
yaitu ketika menyerang kantor Kepolisian Sektor Pirime, Kabupaten Lanny Jaya
pada 27 November 2012. Tiga anggota Polisi tewas ketika itu. Diantaranya Kepala
Polsek Pirime Inspektur Dua Rolfi Takubessy, Brigadir Jefri Rumkorem, dan
Brigadir Satu Daniel Makuker.
Aksi kelompok Erimbo yang meresahkan juga ketika
menghadang rombongan Kapolda Papua, Inspektur Jenderal Tito Carnavian dan
Asintel Kodam XVII Cenderawasih Kolonel Napoleon pada Rabu 28 November 2012.
Rombongan yang saat itu hendak menuju Tiom, ibu kota Kabupaten Lanny Jaya
Papua, diberondong kelompok Erimbo. Tidak ada korban jiwa dalam insiden
tersebut.
Dalam wawancara tertutup ini, Erimbo yang dikawal puluhan
prajuritnya kembali menegaskan dengan menolak rencana dialog antara Jakarta dan
Papua. Ia mengutuk setiap aktivitas yang mengatasnamakan orang Papua dan
menyerukan sebuah perundingan damai antara Indonesia dan Papua. “Kami tidak
memerlukan itu, kami butuh referendum. Kalau dialog, itu hanya menghabiskan
waktu,” katanya.
Penilaiannya soal ‘dialog’ dapat dipolitisir oleh para
elit. “Rakyat tidak butuh dialog, kalau ada jaringan OPM yang mendorong
perundingan atau dialog, kami dengan tegas menolaknya, itu tidak sejalan dengan
misi kami sebagai pejuang Papua,” tegas Erimbo lagi.
Erimbo mendesak pemerintah Indonesia dan dunia
internasional segera menggelar referendum bagi Papua. Menurutnya, didalam UUD
Indonesia tertera kalimat “Sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa,
oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
“Dengan dasar itu, kami menuntut hak penentuan
nasib sendiri melalui mekanisme Referendum yang sah,” ujarnya.
Menanggapi ancaman tersebut, Panglima Komando Daerah
Militer (Pangdam) XVII Cenderawasih, Mayor Jenderal (TNI) Crhistian Zebua
mengaku sedih jika ada kelompok bersebrangan yang tewas ditembak prajuritnya.
“Jika mereka sudah angkat senjata, tentu kami akan membalasnya dan
tidak segan-segan untuk menumpas. Kami sudah siap untuk hal ini. Silahkan saja
jika mereka mau menyerang aparat keamanan, pasti akan ada ucapan selamat datang
dari kami,” kata Pangdam dalam telekonference yang digelar di Makodam XVII
Cenderawasih, Minggu (6/7). (Jubi/Indrayadi TH)
Sumber: http: tabloidjubi.com
0 komentar:
Posting Komentar