Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
melalui komite khusus tentang dekolonisasi (C-4), melakukan seminar regional,
dalam menggali dan mencerna situasi kolonialisme/penjajahan terkait
wilayah-wilayah tak berpemerintahan.
Untuk Regional Pasifik, seperti
dilansir oleh situs resminya, Komite Khusus Dekolonisasi mengadakan Seminar
Regional Pasifik di Nadi, Fiji, 21-23 Mei 2014 dengan maksud untuk mempercepat
tindakan dalam pelaksanaan Dekade Internasional Ketiga Pemberantasan Kolonialisme
(2011-2020).
Menurut PBB, seminar ini
akan diselenggarakan di bawah naungan Komite Khusus, yang secara resmi dikenal
sebagai Panitia Khusus Situasi yang berkaitan dengan Penerapan Deklarasi
Pemberian Kemerdekaan kepada Negara dan Bangsa Kolonial (juga dikenal sebagai
Pansus 24 atau hanya sebagai “C-24″).
Seminar tersebut dipimpin oleh
ketua Pansus, Xavier Lasso Mendoza (Ekuador). Kesimpulan Seminar dan
rekomendasi akan dipertimbangkan oleh Komite Khusus pada sesi substantif bulan
Juni mendatang dan kemudian ditransmisikan ke Majelis Umum bulan September ini.
Peserta seminar diundang termasuk
delegasi Pansus yang terdiri dari Biro dan anggota kelompok regional,
negara-negara anggota PBB, termasuk administrasi Powers, serta perwakilan dari
wilayah tak berpemerintahan, masyarakat sipil dan organisasi
non-pemerintah/LSM, serta ahli.
Anggota Pansus adalah Antigua dan
Barbuda, Bolivia, Chile, China, Kongo, Pantai Gading, Kuba, Dominika, Ekuador,
Ethiopia, Fiji, Grenada, India, Indonesia, Iran, Irak, Mali, Nikaragua, Papua Nugini
, Federasi Rusia, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent and the
Grenadines, Sierra Leone, Suriah, Timor-Leste, Tunisia, Tanzania dan Venezuela.
Sampai periode ke-III, sesuai
dengan kertas kerja UN, mencatat 17 wilayah yang layak dikategorikan sebagai
daerah dekolonisasi antara lain; Samoa Amerika, Anguilla, Bermuda, Kepulauan
Virgin Inggris, Kepulauan Cayman, Kepulauan Falkland (Malvinas), Polinesia
Prancis, Gibraltar, Guam, Montserrat, Kaledonia Baru, Pitcairn, Saint Helena,
Tokelau, Turks dan Kepulauan Caicos, Kepulauan Virgin Amerika Serikat dan
Sahara Barat. The Powers administrasi adalah Perancis, Selandia Baru, Inggris
dan Amerika Serikat.
Berikut ini adalah pesan
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon kepada Seminar Regional Pasifik tentang
Pelaksanaan Dekade Internasional ketiga Pemberantasan Kolonialisme: Aksi
Percepatan, di Nadi, Fiji, hari ini: Saya senang untuk mengirim salam kepada
semua peserta pada seminar regional ini diselenggarakan di bawah naungan Komite
Khusus PBB tentang Dekolonisasi, atau C-24. Saya berterima kasih kepada
Pemerintah dan rakyat Fiji untuk hosting acara tersebut.
Nasib Papua Barat
Perkembangan dari sidang komite
khusus PBB di Nadi, Fiji, seperti dilansir,tabloidjubi,
pembukaan Seminar Komite Khusus 24 PBB tentang Dekolonisasi di Nadi, Fiji hari
ini (Rabu, 21/5), diwarnai dengan seruan pembebasan untuk seluruh kawasan di
Pasifik yang masih berada dalam kekuasaan Kolonialisme. Masyarakat asli di
Guam, Kaledonia Baru, French Polynesia, Tokelau dan Papua Barat mendapatkan
dukungan untuk dekolonisasi.
Gabungan Organisasi Non
Pemerintah di kawasan Pasifik (PRNGO) menyerukan pada seluruh wilayah Kepulauan
Pasifik untuk memperbaharui dukungan mereka dalam proses dekolonisasi sejumlah
wilayah di Pasifik. “Bebaskan masyarakat adat di Guam, Kaledonia Baru, French
Polynesia, Tokelau dan Papua Barat sehingga mereka bisa memetakan masa depan
mereka sendiri.” kata Peter Emberson, juru bicara PRNGO dan pejabat Pacific
Council of Churches.
Hasil seminar di Fiji akan dogodok
lagi melalui tiga tahapan sebelum masuk ke sidang umum. Proses di Komite khusus
bulan juni. Seminar ini dituntut menggali berbagai hal menyangkut biro khusus
di kawasan asia-pasifik. Sesuai dengan pesan sekjend PBB, bahwa inisiatif
lainnya termasuk konsultasi dengan Biro masing-masing empat Powers administrasi
(Perancis, Selandia Baru, Inggris dan Amerika Serikat) serta dengan berbagai
pemangku kepentingan lainnya.
Pansus juga telah meningkatkan
metode-metode kerja dengan memperluas Biro untuk menyertakan anggota dari
kawasan Asia dan Pasifik. Sekjend PBB, juga menyambut
langkah-langkah inovatif, yang membuat C-24 lebih terlihat, dan yang lebih
penting, lebih aktif. Tujuan kami adalah untuk memberikan prioritas lebih besar
kepada agenda dekolonisasi dan untuk memacu tindakan dipercepat.
Sebelumnya, Daily post Vanuatu,
melaporkan pemerintah Indonesia jauh hari melakukan upaya agar negara Fiji dan
PNG pada forum ini tetap mendukung Papua Barat dalam bingkai NKRI dengan
membatasi keinginan mendaftarkan masalah Papua Barat kedalam komite
dekolonisasi. Check-book diplomasi Jakarta mencerminkan tekad untuk
membungkam setiap murmur dukungan regional atau diskusi dalam MSG pada masalah
re-mendaftar Papua Barat kembali pada daftar dekolonisasi.
Fiji dan Papua New Guinea adalah
satu-satunya dua anggota regional Komite 24 yang juga menikmati hubungan dekat
dengan Jakarta dan mendukung posisi Jakarta di Papua Barat sebagai bagian
integral dari Indonesia. Menteri komunikasi dan informasi Fiji, melansir kabar
tersebut pada situs resminya. Menurutnya, Indonesia telah memberikan sejumlah
besar sekitar VT3 juta ($ 30,000 USD) khusus untuk membantu Fiji menjadi tuan
rumah konferensi regional PBB Komite khusus Dekolonisasi, 21 sampai tanggal 23
Mei di Fiji.
Bicara soal wilayah tak
berpemerintahan yang dimaksud, selain sejumlah daerah yang diklaim negara lain
sebagai wilayahnya, negara-negara baru yang belum stabil kemandiriannya,
menjadi perhatian dekolonisasi. PBB terus berupaya berantas praktik
kolonialisme, dan mereka mencatat bahwa sudah belasan daerah telah menentukan
nasibnya sendiri semenjak PBB hadir.
Sementara itu, Papua Barat
mengalami dua fase kehadiran negara. Belanda datang dengan mendirikan
pemerintahan Nederlands Nieuw Guinea (1898 – 1962), bukan pemerintahan Hindia
Belanda versi Sukarno yang mengkalaim Papua adalah bagian Hindia Belanda
sehingga patut diambil alih.
Kekuatan Indonesia maupun Belanda yang ingin
merebut Papua ini melahirkan dua masalah (Trikora/intergasi dan PEPERA 1969).
Artinya, Papua Barat adalah wilayah tak berpemerintahan yang sampai sekarang
terus terjadi praktik kolonialisme yang kini hendak diberantas oleh PBB.
Maka dari itu, Duta Besar Negara
Vanuatu (Hon. Joe
Natuman) yang baru-baru ini dikirim sebagai duta negara Vanuatu di PBB, telah menyatakan akan
mendaftarkan masalah Papua. Dan menjelang sidang umum PBB september 2014,
Vanuatu telah menyiapkan satu proposal utama yang akan dibahas pada bulan Juli
nanti. Berbagai negara dari kawasan Pasifik diundang pada pleno ini, termasuk
organisasi Papua Merdeka. Hearing atau dengar pendapat yang dilakukan demi
mendaftarkan Papua Barat kedalam zona dekolonisasi.
Pemerintah Indonesia tentu
melakukan upaya apa saja. Termasuk utang ke luar negeri untuk dapat uang biar
sogok kiri kanan supaya Papua di batasi. Itulah diplomasi NKRI masa kini dalam
menghadang penentuan nasib sendiri Papua Barat.
Proses Dekolonisasi PBB 2014
dibawah ini:
0 komentar:
Posting Komentar