Doc: Aweegapai |
Oleh: YANCE AWEGAPAI GOBAI.ST.MM
Timika, Suara Wiyaimana: (Pembantaian
demi Pembataian, Pemerkosaan, Penyiksaan,Teror, Intimidasi, Penghilangan dan
Penjarahan Sumber Daya Alama serta perusahakan ekosistem yang dilakukan
Pemerintah lewat Militer dan Freeport selama ini belum berakhir, keringat,
tanggis dan darah manusia Papua Barat belum kering….datang lagi LNG Tanggu
memjilat habis-habisan urat nadi Bangsaku di teluk Bintunia dan
sekitarnya..akankah terulang kasus Minamata dan Teluk Buyat di teluk
Bintuni…Tuhan Sampai kapankah Penderitaan ini akan berakhir?
(Tangisku
adalah hidupku, stress dan defresi adalah hal yang baru ada setiap hari, Tidak
ada malaikat penolong yang di Utus Tuhan, yang datang hanya malaikat pencabut
nyawa.
Masyarakat
Babo khususnya Desa tanah Merah dan Desa Saengga, Kabupaten Manokwari merasa tertipu
dan kepercayaan yang telah diberikan kepada perusahaan Beyond Petroleum (BP)
disalahgunakan. Sikap akomodatif yang ditunjukkan masyarakat Babo selama ini
ternyata tidak diimbangi oleh niat baik perusahaan untuk memenuhi janji-janji
manisnya, dengan memberikan hak-hak warga masyarakat sebagaimana yang telah
menjadi kesepakatan sebelumnya. Babo adalah wilayah kecamatan di Kabupaten
Paniai yang secara geografis terletak di Jantung Hati Pulau Papua, tepatnya
berada di daerah Wissel Maren .”.
7.2.1.
Langkah BP
Indonesia di Bintuni Mulus, Beni Konflik Mulai Muncul Ambisi BP Indonesia untuk menyedot gas alam di
Teluk Bintuni-Papua, tampaknya bakal berjalan mulus. Setelah AMDALnya disetujui
oleh komisi penilai AMDAL Pusat pada bulan Mei lalu kini BP sedang ancang-ancang
untuk melaksanakan EPC (Engineering Procurement and Construction). Salah
satunya adalah membangun lapangan terbang sepanjang 2.000 m dan lebar 150 m
serta rehabilitasi dermaga pelabuhan laut Babo.
Tertutupnya Ruang Demokrasi Militer Indonesia dan pada umumnya militer di dunia adalah anti terhadap Demokrasi. Setiap kali ada ruang demokrasi yang muncul di Papua sering ditutup dengan melakukan penekanan dengan pendekatan militeristik. Hal ini yang dialami oleh bangsa Papua Barat sejak dianeksasikan ke Indonesia oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan ekonomi dan politik di Papua Barat.
Militer
Indonesia memang, sejak masuk pada tahun 1963 hingga saat ini, kondisi yang
cobah diciptakan adalah kondisi mencekam yang tidak memberikan ruang kebebasan
berekspresi bagi bangsa Papua. Kondisi ini cobah dilahirkan oleh bangsa Papua,
namun sayang, karena kekuatan structural militer yang sangat rapih, ditambah
lagi dengan pucuk pimpinan bangsa Indonesia “ Soekarno” yang otoriter, semuanya
berjalan sesuai dengan keinginannnya.
Militer yang
anti demokrasi atau sangat bertentangan dengan demokrasi, biasanya dalam
penyelesaian berbagai persoalan di Papua Barat, militer Indonesia sangat anti
dialok dengan masyarakat Papua, militer Indonesia lebih mengutamakan penyelesaian
konflik dengan kekuatan fisik dalam hal ini kekuatan artileri, AK, m16 dan
Pesawat tempur, yang harusnya lindungi masyarakatnya. Pada hal kita tahu bahwa
demokrasi justru mengajarkan kita untuk mendorong dialok, diskusi, negosiasi
dan kompromi. Walaupun militer menekankan kepatuhan dan perintah, tetapi
militer harusnya ingat demokrasi yang menganjurkan kendali dan control terhadap
perintah.
0 komentar:
Posting Komentar